Selasa 24 May 2022 20:33 WIB

Hadir ke WEF, Menko Airlangga Ajak Investor Berinvestasi di Indonesia

Menko Airlangga ingatkan saat ini momen emas untuk berinvestasi di Indonesia

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Menko Airlangga ingatkan saat ini momen emas untuk berinvestasi di Indonesia
Foto: Kemenko Perekonomian
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Menko Airlangga ingatkan saat ini momen emas untuk berinvestasi di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan, pertumbuhan perekonomian nasional yang menguat menjadi salah satu peluang dalam upaya menarik investor. Ekonomi Indonesia pun mengalami pertumbuhan sebesar 5,01 persen year on year (yoy) pada kuartal pertama 2022.

Dalam serangkaian agenda World Economic Forum (WEF) yang diselenggarakan di Davos, Swiss, pada 22 sampai 26 Mei 2022, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hadir langsung untuk menyampaikan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin membaik. Ia pun mengajak para investor berinvestasi di Indonesia. 

Dalam kesempatan itu, dirinya menyampaikan pula Indonesia saat ini tengah gencar melakukan transformasi di berbagai sektor. “Indonesia adalah salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia, dan saat ini momen emas untuk berinvestasi di Indonesia,” kata dia melalui keterangan resmi, Senin (23/5).

Ia melanjutkan, kondisi pandemi di Indonesia saat ini juga telah membaik. "Atas arahan Presiden Joko Widodo, masyarakat sudah bisa mulai melepaskan masker di ruangan terbuka yang tidak dalam keramaian. Ini merupakan salah satu langkah awal transisi dari pandemi ke endemi,” tuturnya.

Airlangga menjelaskan pula, Presiden Joko Widodo menjadi Champion Global Crisis Response Group (GCRG) yang berfokus pada isu pangan, energi, dan keuangan. Hal ini menjadikan Indonesia turut berperan penting dalam mengatasi tantangan besar yang saling terkait dalam ketahanan pangan, energi, dan keuangan global akibat konflik Rusia-Ukraina.                                                  

Pada kesempatan tersebut, Airlangga juga menyampaikan terkait Presidensi G20 Indonesia yang mengusung tiga agenda utama yakni arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi energi. “Dalam arsitektur kesehatan global, Indonesia mengusulkan untuk menciptakan mekanisme pembiayaan yang bisa mendukung tersedianya vaksin untuk negara-negara yang membutuhkan. Hal ini penting karena saat ini pandemi Covid-19 masih belum selesai dan masih ada negara-negara, terutama di Afrika, yang belum memiliki akses yang luas dalam mendapatkan vaksin seperti negara-negara berkembang lainnya,” jelas dia.

Terkait transformasi ekonomi berbasis digital, Airlangga menyampaikan digitalisasi di Indonesia telah meningkat tajam selama pandemi. Peningkatan ini juga menjadi pendorong pemulihan ekonomi Indonesia di masa pandemi.

Perkembangan ekonomi digital di Indonesia pada 2021 dapat terlihat dari transaksi komersial yang mencapai lebih dari 27 miliar dolar AS dan berjumlah 2.300 lebih start-up. Hal itu menempatkan Indonesia sebagai negara kelima di dunia dengan jumlah start-up terbanyak.

Ditambah lagi Indonesia memiliki 370 juta pengguna koneksi seluler dan 204 juta pengguna internet (74 persen dari total populasi). Nilai transaksi uang elektronik juga tercatat  telah melebihi 2,4 miliar dolar AS per Desember 2021. Tingkat inklusi keuangan pada 2019 mencapai sebesar 76,19 persen dan ditargetkan akan mencapai 90 persen pada 2025, kemudian terdapat 785 juta bisnis fintech pada 2021.

Mengenai transisi energi, Airlangga menyampaikan Indonesia berkomitmen dalam bertransisi menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT). Saat ini Indonesia sedang mengembangkan prototipe pajak karbon untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, dan juga melakukan retirement pembangkit listrik tenaga batu bara untuk menggantinya dengan EBT yang mempunyai model pembiayaan yang terjangkau dan berkelanjutan.

“Salah satu yang menjadi penting dalam transisi energi ini adalah tentang bagaimana menyiapkan pendanaannya melalui mekanisme blended finance dan mengembangkan protokol obligasi transisi sebagai peluang. Hal itu untuk memberikan pembiayaan kepada perusahaan yang memiliki target transisi ke industri hijau di masa depan. Kita tidak bisa melakukan transformasi tanpa pembiayaan yang memadai,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement