Ahad 22 May 2022 18:45 WIB

Keabsahan Hewan Qurban Terpapar PMK Perlu Didalami

Penyakit PMK marak terjadi.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Dokter Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Perternakan DKI Jakarta mencatat sample swab pada kambing sekaligus melakukan pemeriksaan kesehatan hewan yang dijual di Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (19/5/2022). Kegiatan tersebut sebagai langkah antisipasi merebaknya wabah penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak, selain juga edukasi perawatan hewan bagi peternak dan pedagang setempat.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Dokter Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Perternakan DKI Jakarta mencatat sample swab pada kambing sekaligus melakukan pemeriksaan kesehatan hewan yang dijual di Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (19/5/2022). Kegiatan tersebut sebagai langkah antisipasi merebaknya wabah penyakit mulut dan kuku pada hewan ternak, selain juga edukasi perawatan hewan bagi peternak dan pedagang setempat.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak, khususnya pada sapi, mulai marak terjadi di sejumlah daerah. Di 14 kabupaten/kota di Jawa Timur, ditemukan sebanyak 6.433 sapi yang terkonfirmasi terinfeksi PMK. Dari jumlah ini, masih ada 5.560 sapi dalam kondisi sakit, 838 ekor dinyatakan sembuh 838, dan 35 ekor mati.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memberi tanggapan atas kondisi tersebut, mengingat sekitar dua pekan lagi umat Muslim akan menyambut Hari Idul Adha. Ketua Komisi Fatwa MUI DIY KH Makhrus Munajat meminta masyarakat menghindari hewan ternak baik sapi, kambing, atau kerbau yang terpapar atau bergejala penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk qurban.

Baca Juga

Dilansir laman resmi MUI, dia menyebutkan, jika masyarakat tidak mengetahui bahwa ternak yang telah disembelih sebagai hewan kurban ternyata terpapar virus penyebab PMK, maka tetap halal untuk dikonsumsi. Dia mengatakan, dagingnya halal dan sah dimakan.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat KH Miftahul Huda menyampaikan, untuk sementara ini MUI Pusat belum dapat menyampaikan pandangan resmi terkait PMK. Namun dia menekankan, yang perlu didalami yaitu soal apakah PMK termasuk penyakit yang menyebabkan hewan terpapar tidak sah untuk dikurbankan. Menurutnya, aspek inilah yang harus ditindaklanjuti.

"Belum ada (pandangan MUI). Tetapi secara mendasar, yang perlu diperdalam adalah apakah penyakit PMK ini termasuk penyakit yang terkategorikan sakit yang menyebabkan  hewan tersebut tidak sah dijadikan qurban. Ini yang perlu pendalaman," jelasnya kepada Republika.co.id, Ahad (22/5).

Miftahul menambahkan, MUI akan melakukan pertemuan bersama Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan, untuk membahas hal tersebut.

"Secara pribadi, saya pada pekan lalu diundang diskusi dengan Kemenko PMK tentang hal itu. Pada akhirnya kami minta mereka untuk mendiskusikan sekali lagi secara kelembagaan dengan mendatangkan ahli terkait untuk memberikan pandangan atau pemahaman masalah secara lebih komprehensif. Kami masih menunggu kesiapan mereka," tuturnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement