Jumat 20 May 2022 08:33 WIB

Sejarah Hari Ini: Bom Mobil di Afrika Selatan Telan 16 Korban Jiwa

Kongres Nasional Afrika telah disalahkan atas serangan bom mobil.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi bom mobil. Pada 20 Mei 1983, sedikitnya 16 orang tewas dan lebih dari 130 orang terluka dalam ledakan bom mobil di ibu kota Afrika Selatan, Pretoria.
Foto: Reuters
Ilustrasi bom mobil. Pada 20 Mei 1983, sedikitnya 16 orang tewas dan lebih dari 130 orang terluka dalam ledakan bom mobil di ibu kota Afrika Selatan, Pretoria.

REPUBLIKA.CO.ID, PRETORIA -- Pada 20 Mei 1983, sedikitnya 16 orang tewas dan lebih dari 130 orang terluka dalam ledakan bom mobil di ibu kota Afrika Selatan, Pretoria. Ledakan itu terjadi di luar gedung Nedbank Square di Church Street sekitar jam 16.30 pada puncak jam sibuk kota.

Lebih dari 20 ambulans datang ke tempat kejadian dan membawa korban tewas dan luka-luka ke tiga rumah sakit di dalam dan sekitar Pretoria. Polisi kala itu menutup daerah sekitarnya dengan pagar kawat berduri ketika personel darurat menyaring puing-puing dan mencari jenazah.

Baca Juga

Ahli penjinak bom dipanggil ke tempat kejadian untuk mencari kemungkinan bom kedua. Kepulan asap besar membumbung ratusan kaki ke udara saat puing-puing dan jasad berserakan di sekitar lokasi ledakan. Bom itu ditempatkan di mobil Alfa Romeo biru di luar gedung bertingkat yang menampung markas besar angkatan udara Afrika Selatan.

Mobil yang berisi bom itu meledak pada puncak jam sibuk kota ketika ratusan orang meninggalkan pekerjaan untuk akhir pekan. Kaca dan logam terlempar ke udara saat bagian depan toko dan jendela pecah.

Banyak orang yang lewat harus diamputasi karena terkena puing-puing yang beterbangan. Sebagian orang lainnya tewas kehabisan darah. 

Kongres Nasional Afrika (ANC) telah disalahkan atas serangan itu. ANC adalah partai antiapartheid yang dilarang di negara tersebut.

Menteri Hukum dan Ketertiban Afrika Selatan, Louis le Grange, yang langsung mengunjungi tempat kejadian, menyalahkan serangan itu pada ANC. Dia mengatakan, ledakan itu adalah insiden teroris terbesar dan paling buruk sejak kekerasan anti-pemerintah dimulai di Afrika Selatan 20 tahun lalu.

"Saya tidak ragu siapa yang bertanggung jawab atas serangan tercela ini," ujarnya seperti dilansir laman BBC History, Jumat (20/5/2022). 

"Sebagian besar korban adalah warga sipil, tetapi beberapa adalah personel angkatan udara berseragam, hitam dan putih. Cukup banyak dari mereka yang tewas berkulit hitam," ujarnya menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement