Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hidayatulloh

Muslim Eropa Menjamak Shalat Magrib dan Isya

Agama | Thursday, 19 May 2022, 19:27 WIB

Sebagai pelajar muslim tahun pertama di Eropa, saya menikmati banyak perbedaan suasana dengan tanah air mulai dari budaya, gaya hidup, kuliner, hingga cuaca. Saat ini saya memasuki musim semi dan menjelang musim panas beberapa bulan kemudian. Sebelumnya saya telah merasakan musim gugur dan musim dingin sependek masa tinggal saya yang dimulai September tahun lalu.

Waktu siang terasa lama dan malam lebih singkat. Bayangkan saja waktu shalat magrib sekitar jam delapan malam CEST (Central European Summer Time). Jam enam dan tujuh sore matahari masih cukup terik karena waktu shalat Ashar pun sekitar jam lima sore. Namun uniknya, waktu shalat subuh berkisar jam dua lewat tiga puluh menit dini hari. Lalu yang beratnya adalah menunggu waktu Isya yang masuk berkisar jam sepuluh lewat tiga puluh menit. Kedepannya memasuki musim panas di bulan Juni-Agustus, waktu shalat magrib dan isya masih berpotensi lebih malam dibandingkan musim semi saat ini.

Saya mendapatkan informasi dari kakak kelas tahun kedua tentang fatwa kebolehan menggabungkan shalat magrib dan isya dalam satu waktu. Istilahnya dalam tradisi fikih shalat jamak, yang terbagi menjadi jamak taqdim dan jamak ta’khir. Lembaga yang mengeluarkan fatwa ini adalah European Council for Fatwa and Research atau al-Majlis al-Uruba li al-Ifta wa al-Buhuts yang dalam bahasa Indonesia semacam majelis atau dewan Eropa untuk urusan fatwa dan penelitan, semacam MUI-nya Eropa. Silakan klik link website ini jika tertarik profil ECFR https://www.e-cfr.org/%d9%85%d9%86-%d9%86%d8%ad%d9%86/.

Dalam fatwa nomor 3991 yang diterbitkan pada 6 November 2018, fatwa ini berjudul “hukum menggabungkan shalat Magrib dan shalat Isya karena terlambatnya waktu Isya atau tidak ada tanda waktu (berdasarkan) syara’ di beberapa negara.” Fatwa ini menerangkan bahwa seorang muslim dan muslimah yang berada di benua Eropa boleh menjamak shalat magrib dan shalat isya dalam kondisi waktu shalat isya yang masuk di larut malam atau tengah malam. Begitu pula beberapa negara Eropa mengalami kesulitan mengetahui masuknya waktu shalat Isya karena ketiadaan tanda waktu masuk shalat, entah faktor musim atau cuaca.

Istinbath al-hukm atau kesimpulan hukum ECFR atas persoalan ini menyandarkan kepada hadis Nabi Muhammad SAW dari sahabat Ibnu Abbas dalam kitab Shahih Muslim. Hadis ini menerangkan bahwa Nabi menggabungkan shalat zuhur dan ashar dan shalat magrib dan shalat isya tanpa (alasan) kekhawatiran atau hujan. Lalu ditanyakan hal ini ke sayidina Ibnu Abbas dan dijawab bahwa Nabi tidak ingin memberatkan/menyulitkan umatnya.

Riwayat hadis ini nampaknya adalah perkataan sayidina Ibnu Abbas yang melihat praktek yang dikerjakan oleh Nabi karena matan atau teks hadisnya bukan sabda nabi secara langsung, tetapi penjelasan sahabat Ibnu Abbas terkait jamak dua shalat dalam satu waktu yang pernah dilaksanakan oleh Nabi tanpa ada kondisi yang menyulitkan seperti al-khauf (kekhawatiran) atau al-mathar (hujan).

Menariknya, fatwa ini juga menyebutkan bukan hanya boleh menggabungkan shalat magrib dan isya, tetapi juga shalat zuhur dan ashar di waktu siang dengan alasan rentang waktu diantara keduanya sangat pendek. Saya mengalami jarak waktu zuhur dan ashar sangat dekat di musim dingin saat waktu siang lebih singkat daripada malam.

Selanjutnya, selain berdasarkan riwayat hadis sayidina Ibnu Abbas, fatwa ini juga menjadikan alasan masyaqqah atau kesulitan sebagai syarat kebolehan menggabungkan dua shalat dalam satu waktu. Faktanya, banyak muslim Eropa mengalami kesulitan karena jika mengerjakan shalat Isya, ia khawatir bangun kesiangan untuk mengejar waktu subuh jam dua atau tiga pagi karena bangun jam empat pagi matahari sudah terbit cukup tinggi. Sebaliknya jika ia tidur setelah shalat magrib dengan niat bangun tengah malam untuk shalat Isya, muncul kekhawatiran ia melewatkan shalat isya karena sudah bangun di waktu shalat subuh.

Sebagai catatan penting, di kalimat akhir fatwa ini menegaskan agar muslim dan muslimah yang menggabungkan shalat magrib dan isya karena mengalami kesulitan. Jika ia dapat melakukan shalat sesuai waktu normal, maka tidak perlu digabung kedua shalat tersebut. Begitu pula tidak boleh menjadikannya (jamak shalat magrib dan isya) sebagai kebiasaan. Fatwa ini pun sepertinya mengecam perilaku tatabu’ al-rukhas’ (mencari yang mudah dengan mengikuti hawa nafsu dan niat melecehkan perintah agama).

Anda tertarik membaca dan menganalisis fatwa ini? Silakan klik link ini https://www.e-cfr.org/blog/2018/11/06/%d8%ad%d9%83%d9%85-%d8%a7%d9%84%d8%ac%d9%85%d8%b9-%d8%a8%d9%8a%d9%86-%d8%b5%d9%84%d8%a7%d8%aa%d9%8a-%d8%a7%d9%84%d9%85%d8%ba%d8%b1%d8%a8-%d9%88%d8%a7%d9%84%d8%b9%d8%b4%d8%a7%d8%a1/

Akhirul kalam, pemahaman saya dalam tulisan ini sangat berpotensi mengalami kesalahan akibat kekurangan ilmu. Silakan anda telusuri khazanah studi Islam yang berlimpah terkait persoalan ini. Selamat membaca!

Hidayatulloh adalah pengajar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, alumni Pondok Modern Darussalam Gontor (1999-2005) dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Jakarta (2007-2011).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image