Selasa 17 May 2022 09:07 WIB

Nuansa Harmoni di Dusun ‘Pelangi’ Umat

Tradisi menjaga dan mempererat kerukunan umat ini masih bertahan.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Warga pemeluk agama Buddha menerima ucapan selamat dari umat pemeluk agama lain pada perayaan hari raya Waisak Waisak 2566 Buddist Era (BE), di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (16/5).
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Warga pemeluk agama Buddha menerima ucapan selamat dari umat pemeluk agama lain pada perayaan hari raya Waisak Waisak 2566 Buddist Era (BE), di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (16/5).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Suka cita umat Islam menyambut ‘kemenangan’ pada Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah, belum hilang di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Mereka pun masih merasakan, Lebaran berlangsung dalam suasana yang hangat dan penuh keharmonisan, saat warga non Muslim (Katolik, Kristen, dan Buddha) kompak turut bersilaturahim untuk memberikan ucapan selamat kepada segenap umat yang merayakan.

Dua pekan berlalu, tiba waktunya umat Buddha merayakan Hari Raya Waisak 2566 Buddist Era (BE), pada Senin (16/5/2022) kemarin. Kembali nuansa keharmonisan menyeruak di dusun yang ada di lereng Gunung Merbabu ini.

Ratusan umat non Buddha pun berbondong-bondong berjajar di jalan utama menuju vihara Buddha Bhumika dusun setempat, usai prosesi peringatan Tri Suci Waisak usai dilaksanakan segenap umat Buddha.

Mereka datang dengan semangat persaudaraan untuk memberikan ucapan selamat kepada umat Buddha yang merayakan dengan tulus, bahkan satu sama lainnya juga saling mendoakan.

“Beginilah suasana di dusun kami, semua meniadakan sekat atas nama perbedaan keyakinan. Karena sejatinya kami ada karena kami semua bersaudara,” ungkap Mandar, tokoh umat Buddha Dusun Thekelan.

Menurutnya, tidak hanya saudara yang Muslim maupun Nasrani, warga yang beragama Buddha pun akan melakukan hal yang sama. Saat umat pemeluk agama di Dusun Thekelan ini merayakan hari besar keagamaan mereka.

“Seperti halnya dua pekan lalu saat saudara Muslim kami merayakan Idul Fitri, atau pada saat umat Katolik dan Kristen merayakan Natal. Kami semua saling menghormati satu sama lain,” tambahnya.

Mandar juga meyampaikan, saling menghormati antar umat beragama merupakan hal yang sangat dijunjung tinggi oleh siapa pun. Sehingga pemandangan seperti kemarin akan berlangsung tiga kali dalam setahun.

Yakni pada saat Idul Fitri, Natal, dan Waisak. “Kami senang dengan khidupan yang harmonis seperti ini masih tetap terpelihara sampai dengan hari ini,” tegasnya.

Salah seorang warga Muslim, Sunari menambahkan, saling meghormati dan menghargai menjadi cara bagi warga di dusunnya untuk merawat toleransi dan menghargai semua perbedaan.

Sehingga tradisi untuk menjaga dan mempererat kerukunan umat ini masih bertahan di Dusun Thekelan. Yang lebih menyenangkan lagi, semua dilakukan warga Dusun Thekelan dengan antusias.

“Makanya, tak sedikit warga yang saling berpelukan hingga mereka menangis sebagai ungkapan bahagia, karena masih dipertemukan untuk bisa saling memaafkan atau saling mendoakan setiap hari raya tiba,” jelasnya.

Sementara itu, tokoh umat Kristen, Stefanus Rusmin menambahkan, tradisi saling memberikan ucapan selamat/memaafkan kepada umat lain saat hari raya sudah berlangsung sejak sepuluh tahun terakhir.

Tradisi ini diawali dengan adanya ucapan selamat Lebaran dari warga non Muslim, yang kemudian berkembang untuk dilaksanakan  setiap ada hari besar keagamaan, baik itu Natal maupun Waisak.

Menurutnya, kesadaran masyarakat di sinilah yang membuat hubungan umat beragama terjalin dengan erat. Di Dusun Thekelan ini kehidupan antar pemeluk umat beragama tidak ada persaingan.

“Yang ada mereka saling membantu, saling menolong, dan mengutamakan kebersamaan,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement