Senin 16 May 2022 20:56 WIB

Pengamat Sindir Amerika Serikat: Negeri Demokrasi, Tapi Ancaman Rasialisme Tumbuh

Serangan brutal di Buffalo menewaskan setidaknya 10 orang.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Teguh Firmansyah
Payton Gendron tiba dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Kota Buffalo, Sabtu (14/5/2022) di Buffalo, New York. Dia didakwa atas tuduhan pembunuhan tingkat pertama dan diperintahkan ditahan tanpa jaminan. Pejabat polisi mengatakan remaja berusia 18 tahun itu mengenakan pelindung tubuh dan pakaian bergaya militer ketika diamenembaki orang-orang di supermarket Tops Friendly Market.
Foto: Mark Mulville/The Buffalo News via AP
Payton Gendron tiba dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Kota Buffalo, Sabtu (14/5/2022) di Buffalo, New York. Dia didakwa atas tuduhan pembunuhan tingkat pertama dan diperintahkan ditahan tanpa jaminan. Pejabat polisi mengatakan remaja berusia 18 tahun itu mengenakan pelindung tubuh dan pakaian bergaya militer ketika diamenembaki orang-orang di supermarket Tops Friendly Market.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Sosial yang juga Guru Besar Universitas Ibrahimy Jawa Timur HM Baharun menilai rasialisme terus tumbuh di AS, meski Paman Sam kerap dianggap sebagai negara prodemokrasi. Pernyataan itu disampaikan menanggapi penembakan massal yang terjadi di Buffalo, New York, Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (14/5/2022).

Serangan tersebut diduga memiliki motif rasial dengan pelaku seorang remaja kulit putih bernama Payton Gendron (18 tahun). Akibat serangan itu setidaknya 10 orang tewas yang sebagian besar korban warga kulit hitam.

Baca Juga

“Negeri yang dikenal sebagai kampiun demokrasi malah hidup dengan ancaman rasialisme yang semakin tumbuh,” kata Baharun kepada Republika.co.id, Senin (16/5/2022).

Dia mengatakan faktor di balik serangan ini adalah media sosial (medsos). Medsos menjadi sarana pemicu kebensian dan rasialisme. “Hidup bergaya modern liberal bukan menjadi jaminan membawa harmoni dan kerukunan. Malahan ini menjadi lebih parah dari era Jahiliyah,” ujarnya.

Untuk mencegah serangan serupa terjadi di Indonesia, menurut Baharun yakni dengan merekatkan masyarakat dari keterbelahan dan perseteruan politik yang terjadi terus-menerus. Masalah tersebut, kata dia, harus segera diatasi dengan dialog kerukunan dan jaminan keadilan sosial.

“Harus ada dialog kerukunan dan jaminan keadilan sosial untuk menyudahi krisis perpecahan warga negara dari ancaman rasialisme Islamofobia dan ujaran kebencian lainnya,” ucapnya.

Selain itu, Baharun meminta agar pemerintah ikut turun tangan untuk melindungi generasi muda di tengah medsos yang kian berkembang pesat. Misal, dengan menerbitkan para buzzer. “Negara harus turun tangan menertibkan para buzzer yang sekarang ini sangat intensif merusak mindset milineal. Dan satu lagi yang penting adalah pendidikan agama dan akhlak,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement