Ahad 15 May 2022 13:13 WIB

Lebanon Gelar Pemilu Pertama Usai Kehancuran Ekonomi

Pemungutan suara terakhir di Lebanon terjadi pada 2018.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pekerja memuat kantong tepung ke dalam truk di Modern Mills of Lebanon, di Beirut. Lebanon mengadakan pemilihan umum pertama usai dilanda Krisis pada Ahad (15/5/2022)
Foto: AP Photo/Hussein Malla
Seorang pekerja memuat kantong tepung ke dalam truk di Modern Mills of Lebanon, di Beirut. Lebanon mengadakan pemilihan umum pertama usai dilanda Krisis pada Ahad (15/5/2022)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Lebanon mengadakan pemilihan umum pada Ahad (15/5/2022). Penyelenggaran pemilu dilakukan setelah berbulan-bulan ketidakpastian tentang pemilihan akan dilanjutkan atau dibatalkan.

Pemungutan suara dibuka pada pukul 07.00 waktu setempat di 15 distrik pemilihan. Warga negara yang berusia di atas 21 tahun dapat berpartisipasi dalam pemilihan tersebut.

Baca Juga

Pemungutan suara terakhir terjadi pada 2018. Pada saat itu kelompok Syiah bersenjata lengkap Hizbullah dan sekutunya, termasuk Gerakan Patriotik Bebas (FPM) Presiden Michel Aoun memenangkan 71 dari 128 kursi parlemen. Hasil tersebut menarik Lebanon lebih dalam ke orbit Iran yang dipimpin Muslim Syiah, menandai pukulan terhadap pengaruh Arab Saudi yang dipimpin Muslim Sunni.

Hizbullah mengharapkan dalam pemilihan umum kali ini akan memberikan beberapa perubahan dari susunan parlemen saat ini. Hanya saja lawan-lawannya, termasuk Pasukan Lebanon yang bersekutu dengan Saudi, kelompok Kristen lainnya mengatakan, mereka berharap untuk merebut kursi dari FPM.

Pemilihan kali ini mencatat ketidakpastian akibat boikot oleh pemimpin Sunni Saad al-Hariri. Tindakan itu telah meninggalkan kekosongan yang ingin diisi oleh sekutu dan lawan Hizbullah.

Para analis mengatakan Lebanon dapat menghadapi periode kelumpuhan yang akan menunda pemulihan ekonomi karena faksi-faksi saling bertukar portofolio dalam kabinet pembagian kekuasaan baru. Proses tersebut dapat memakan waktu berbulan-bulan.

Negara ini telah diguncang oleh krisis ekonomi yang oleh Bank Dunia dituduhkan akibat kelas penguasa. Ditambah lagi ledakan pelabuhan Beirut yang menghancurkan pada 2020. Para analis mengatakan kemarahan publik atas kedua masalah tersebut dapat mendorong beberapa kandidat yang berpikiran reformasi ke parlemen.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement