Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Desi Nur Cahyasari

KETEGASAN ISLAM MENANGANI KASUS SODOM

Agama | Friday, 13 May 2022, 18:16 WIB

Risih saat kemaksiatan makin merajalela dan berlindung dibalik kata “Berbeda Tidak Membuat Kita Menjadi Jahat.” Kemudian ramai berbondong-bondong netizen memberi komentar bahwa menerima toleransi bukan berarti mengakui penyimpangan. Jelas sekali perilaku penyuka sesama jenis adalah tindakan menyimpang. Tidak hanya dalam urusan kemanusiaan tetapi juga tegas ajaran agama melarangnya.

Bentuk kepedulian banyak orang ini bagian dari memanusiakan manusia untuk kembali sesuai fitrahnya. Mengingatkan perbuatan yang salah dan meluruskan cara pandang manusia supaya melakukan perbuatan yang benar sesuai perintah Allah Swt. Sebaliknya dapat dikatakan jahat apabila penyimpangan dibiarkan begitu saja bahkan didukung. Sebab akan membawa fitna besar, merusak kesehatan mental generasi dan juga mendatangkan murka Allah Swt.

Sebut saja perusahaan besar Unilever yang dengan nyata mendukung kampanye aktivitas menyimpang ini. Hal tersebut disampaikan melalui akun instagram. “Kami berkomitmen untuk membuat rekan penyuka sesama jenis bangga karena kami bersama mereka. Karena itu kami mengambil aksi dengan menandatangani Declaration of Amsterdam untuk memastikan setiap orang memiliki akses secara inklusif ke tempat kerja.” (Sumber : Republika.co.id)

Dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan juga mengatakan bahwa, “Saat ini di DPR sedang dibahas soal Undang-Undang pernikahan sesama jenis. Sudah ada lima partai politik yang menyetujui.” (Sumber : kumparan.com)

Seharusnya setelah pengesahan UU TPKS dan permendikbud PPKS no 30/2021, kewaspadaan kita semestinya semakin tinggi terhadap kampanye aktivitas penyuka sesama jenis ini. Tetapi faktanya justru kedua regulasi di atas membuka lebar pintu kemaksiatan terjadi. Tidak terbantahkan sikap ini ditunjukkan juga oleh seorang public figure yang secara berani mewadahi kampanye tersebut dan disebarluaskan melalui sosial media.

Hal demikian tentu menjadi titik berat penolakan masyarakat yang masih rindu kewarasan di tengah-tengah kehidupan. Bukan karena mengatas namakan hak asasi manusia, lalu kaum menyimpang ini diberi panggung berdrama. Apalagi dukungan para elit politik, pemegang kekuasaan suatu Negara, bahkan para aktivis sosial. Hampir keseluruhan kini condong mendukung kemaksiatan tersebut.

Subahanallah sebagai Negara muslim yang mayoritas Islam tentu fenomena ini menghawatirkan banyak pihak. Manusia beriman pasti akan menggunakan akalnya untuk mensolusi persoalan ini. Bahwa Al-qur’an menjadi sumber hukum sebagai pedoman menentukan benar salah. Penyimpangan ini jelas dan tegas dilarang oleh Allah Swt dalam firman-Nya.

{وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ}

Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?[Al-A’raaf: 80].

Perbuatan ini dikatakan oleh Allah Swt sebagai perbuatan yang sangat hina. Pelaku sodom atau penyuka sesama jenis oleh Allah Swt disebut sebagai pembuat kriminal. Sehingga hukumannya juga sangat berat di dunia.

Allah Ta’ala berfirman :

{وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا ۖ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ}

“Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kriminal itu.” [Al-A’raaf: 80].

Yang lebih berbahaya dari perilaku ini adalah sistem kehidupan yang berasas pada kebebasan. Sebagai pendukung kedzaliman tersebut yaitu kapitalisme sekuler. Menjadi alasan mengapa dari tahun-ketahun persoalan kemaksiatan makin merajai. Maka dari itu persoalan ini hanya bisa dihentikan dengan tegas oleh peran Negara. Untuk menegaskan Islam sebagai standart benar salah bagi pemikiran, perilaku individu dan tatanan masyarakat.

Wallahu a’lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image