Jumat 13 May 2022 11:42 WIB

Munculnya SK 287 LHK Sebabkan Konflik Horizontal yang Terjadi di Masyarakat.

Siti Nurbaya harus mencabut SK Menteri LHK 287 telah menyebabkan konflik horizontal.

Pembuangan limbah B3 di lahan hutan.
Foto: Istimewa
Pembuangan limbah B3 di lahan hutan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Turunnya SK.287/2022 tertanggal 5 april 2022 yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berdampak munculnya reaksi dari tokoh masyarakat, rimbawan, dan LMDH karena di wilayah hutan di Banten, Jabar, Jateng dan Jatim. Masyarakat 'berantem' berebut lahan hutan, sehingga dari Kabupaten Bandung, Jabar terbentuklah 'Forum Penyelamatan Hutan Jawa' 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya dinilai telah 'menampar' wajah Presiden Joko Widodo terkait dikeluarkannya surat keputusan (SK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 287/2022. SK ini pun terkait pengambil alihan hutan negara seluas satu juta hektare yang dikelola Perhutani di Jawa. Sebab, kehadiran SK Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 287, saat ini, telah menyebabkan konflik horizontal yang terjadi di masyarakat.

Selain itu, terbitnya SK menteri kehutanan lnomor 287 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) ini sangatlah memprihatinkan lantaran jauh dari konsep kehutanan dan lebih cenderung memberikan ruang kepada kelompok-kelompok reforma agraria.

"SK Menteri ini jelas secara tidak langsung telah menampar wajah Presiden Jokowi karena keputusan itu berdampak buruk kepada masyarakat," ucap Ketua Gerakan Hejo Eka Santosa, di Alam Santosa, Pasir Impun, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Jumat (13/5/2022).

Untuk itu, Eka meminta, agar Presiden Jokowi menegur Siti Nurbaya terkait keluarnya SK Menteri tersebut.  Selain itu, Siti Nurbaya harus segera mencabut SK Menteri LHK 287 yang telah menyebabkan konflik horizontal antar masyarakat di berbagai wilayah seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Eka menyebut, dari sisi kebijakan, lahirnya aturan menteri tersebut sesuatu yang konstruktif bertentangan dengan hukum.

"KHDPK ini konsepnya apa dan kepentingannya untuk siapa? Kan LMDH itu rakyat, maka rakyat yang mana lagi yang dimaksud kementerian? Apakah mau diadukan rakyat dengan rakyat?" ujarnya.

Selain itu, Eka pun tak menampik, jika konflik horizontal bakal terus terjadi dan meluas dengan adanya aturan ini. Dia mempertanyakan, mengapa justru mengambil lahan yang sudah jelas ditertibkan dan dikelola oleh institusi negara dan bukan lahan negara yang terlantar seperti di luar jawa. Dengan Perhutani jadi pengelolanya berdasarkan PP 72/2010 dan ada manejemen yang berpengalaman di bidang kehutanan, maka tentu bakal mengikuti aturan Bapenas atau disesuaikan dengan aturan wilayah. 

"Jangan sampai masuk kelompok-kelompok industri kapitalis lewat para oknum reformasi agraria yang bakal menguasai hutan. Jadi, saya tegas sangat menentang dan mohon dicabut  SK-nya. Kami akan rumuskan secara hukum atau bahkan lakukan gugatan," katanya.

 

photo
Tokoh masyarakat, rimbawan, dan LMDH di wilayah hutan di Banten, Jabar, Jateng dan Jatim menolak SK 287 Kementerian Lingkungna Hidup dan Kehutanan. - (Istimewa)

 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement