Kamis 12 May 2022 12:45 WIB

ILO: Lima Juta Pekerjaan Hilang di Ukraina Sejak Agresi Rusia

Perang di Ukraina telah menyebabkan hilangnya lima juta pekerjaan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Sebuah foto selebaran yang dirilis oleh layanan pers Layanan Darurat Negara Ukraina pada 10 Mei 2022 menunjukkan tim penyelamat bekerja di lokasi serangan rudal di kota pelabuhan Ukraina selatan Odesa, Ukraina, 09 Mei 2022. Menurut pihak berwenang Ukraina, satu satu orang tewas dan sedikitnya dua lainnya luka-luka akibat penembakan di Odesa pada 09 Mei malam. Sebuah pusat perbelanjaan dan tiga gudang terkena tembakan, layanan darurat menambahkan. Pada tanggal 24 Februari, pasukan Rusia menyerbu wilayah Ukraina memulai konflik yang telah memicu kehancuran dan krisis kemanusiaan.
Foto: EPA-EFE/STATE EMERGENCY SERVICE OF UKRAINE
Sebuah foto selebaran yang dirilis oleh layanan pers Layanan Darurat Negara Ukraina pada 10 Mei 2022 menunjukkan tim penyelamat bekerja di lokasi serangan rudal di kota pelabuhan Ukraina selatan Odesa, Ukraina, 09 Mei 2022. Menurut pihak berwenang Ukraina, satu satu orang tewas dan sedikitnya dua lainnya luka-luka akibat penembakan di Odesa pada 09 Mei malam. Sebuah pusat perbelanjaan dan tiga gudang terkena tembakan, layanan darurat menambahkan. Pada tanggal 24 Februari, pasukan Rusia menyerbu wilayah Ukraina memulai konflik yang telah memicu kehancuran dan krisis kemanusiaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perang di Ukraina telah menyebabkan hilangnya lima juta pekerjaan. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pada Rabu (11/5/2022) mengatakan, jika konflik Rusia-Ukraina terus berlanjut, maka dapat menciptakan gangguan tenaga kerja di negara-negara tetangga, terutama Hongaria, Moldova, Polandia, Rumania, dan Slovakia.

"Perang telah menyebabkan pergerakan populasi pasukan tercepat sejak Perang Dunia Kedua. Beberapa perkiraan sementara menunjukkan bahwa hingga 50 persen perusahaan (di Ukraina) tidak dapat beroperasi atau terpaksa mengurangi kapasitas produksi mereka secara signifikan," ujar Direktur Regional ILO untuk Eropa dan Asia Tengah, Heinz Koller, dilansir Anadolu Agency, Kamis (12/5/2022).

Laporan ILO mengatakan, pasar tenaga kerja di Ukraina maupun di negara-negara tetangga terganggu akibat invasi Rusia yang dilancarkan pada 24 Februari. ILO juga memperingatkan, jika perang berlanjut, maka pengungsi Ukraina akan dipaksa untuk tinggal lebih lama di pengasingan. Hal ini dapat memberikan tekanan lebih lanjut pada pasar tenaga kerja dan sistem perlindungan sosial di negara-negara tetangga Ukraina, serta meningkatkan pengangguran.

Baca juga : Tak Puas Tembak Jurnalis Aljazirah Shireen Abu Akleh, Israel Serbu Rumah Duka Korban

Koller mengatakan, negara-negara di Asia Tengah kemungkinan akan mengalami tekanan pasar tenaga kerja yang cukup besar. Karena hubungan perdagangan, keuangan, dan migrasi yang kuat dengan Rusia. Selain itu, aliran remitansi dari pekerja migran di Rusia merupakan sumber penting bagi ekonomi di Asia Tengah.

Koller mengatakan, kehilangan pekerjaan dan pengurangan jam kerja di Rusia dapat memaksa pekerja migran untuk kembali ke negara asal mereka. Hal ini menyebabkan penurunan yang signifikan dalam pengiriman uang dan tekanan tambahan pada pasar tenaga kerja di negara asal mereka.

Tekanan pasar tenaga kerja akan terjadi  di Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Keempat negara ini termasuk di antara 10 negara asal migran teratas di Rusia. Sebagian besar dari migran ini mengirim remitansi kembali ke negara asal mereka.

Baca juga : Perang Rusia-Ukraina Ancam Ketahanan Pangan Timur Tengah dan Afrika

"Jika permusuhan dan sanksi terhadap Rusia menyebabkan hilangnya pekerjaan bagi pekerja migran di Rusia dan pekerja migran kembali ke negara asal mereka, akan ada kerugian ekonomi yang parah di Asia Tengah," kata pernyataan ILO.

Selain itu, agresi Rusia di Ukraina juga telah menciptakan kejutan bagi ekonomi global, yang semakin memperumit pemulihan dari dampak pandemi Covid-19. "Ini kemungkinan akan mempengaruhi pertumbuhan lapangan kerja dan upah riil, serta memberi tekanan tambahan pada sistem perlindungan sosial," ujar pernyataan ILO.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement