Rabu 11 May 2022 15:15 WIB

Bupati Semarang: Status Lahan di Sekitar Danau Rawapening Dipetakan Lagi

Agar ada keseimbangan proyek nasional dengan kepentingan masyarakat.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Sebagian lahan pertanian produktif di wilayah Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa yang kini tergenang air Rawapening dan tidak dapat ditanami, Selasa (10/5). 
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Sebagian lahan pertanian produktif di wilayah Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa yang kini tergenang air Rawapening dan tidak dapat ditanami, Selasa (10/5). 

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Problem yang dihadapi para petani di sekitar danau Rawapening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, tidak hanya sebatas persoalan genangan elevasi yang akhirnya menghambat aktivitas bercocok tanam.

Para petani juga resah dengan terbitnya regulasi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menjadi dasar hukum penentuan luasan badan danau Rawapening, terkait dengan proyek revitalisasi danau alam yang termasuk dalam 15 danau kritis nasional tersebut.

Perihal ini, Bupati Semarang, H Ngesti Nugraha mengungkapkan, pada tanggal 3 Maret 2022 lalu, Pemkab Semarang telah melakukan rapat koordinasi dengan melibatkan Kementerian Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian PUPR dan Pemprov Jawa Tengah.

Sebab sesuai dengan Perda Pemprov Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2011, luasan badan danau Rawapening mencapai 1.516 hektare. Sementara sesuai dengan Keputusan Menteri PUPR Nomor 365 luasan badan danau Rawapening mencapai 2.387 hektare.

 

Sehingga warga (petani) pemilik lahan resah, karena beberapa lahan yang selama ini memiliki alas hak bakal tergenang. Demikian halnya dengan lahan yang status kepemilikanya merupakan aset daerah.

Tetapi forum tersebut telah menyepakati luas badan danau Rawapening sesuai dengan Perda Pemprov Jawa Tengah atau 1.516 hektare. "Artinya dengan luasan tersebut elevasi danau Rawapening kita minta untuk diturunkan," jelasnya.

Tujuannya agar ribuan petani yang ada di sekitar danau Rawapening dapat bercocok tanam kembali dan pada saat yang sama program revitalisasi danau Rawapening juga tetap dapat berjalan. "Sehingga ada keseimbangan," kata Ngesti.

Pemkab Semarang, lanjutnya, juga mendukung program revitaslisasi untuk kepentingan masyarakat. Jika masih ada ganjalan permasalahan semua bisa duduk bersama untuk mencari solusi yang terbaik.

Maka dalam waktu dekat (satu bulan ini) akan ada kegiatan identifikasi dan inventarisasi mana saja bidang yang merupakan milik negara, mana yang milik Pemprov JawaTengah, Pemkab Semarang dan tanah milik masyarakat (yang ada alas haknya).

Dari identifikasi dan inventarisasi ini akan dipetakan lalu akan digelar pertemuan kembali untuk meyingkronkan dengan konsep revitalisasi danau Rawapening, yang dilakukan Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juwana," katanya.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juwana, M Adek Rizaldi mengamini, danau Rawapening memang masuk dalam satu dari 15 danau kritis di tanah air dan menjadi prioritas untuk dilakukan revitalisasi melalui proyek Pemerintah Pusat.

Maka untuk revitalisasi danau Rawapening ini telah dipersiapakan kajian dan studi sejak tahun 2021 dengan menindaklanjuti Keputusan Menteri PUPR Nomor 365 Tahun 2020, tentang penetapan garis sempadan danau Rawapening.

Sedangkan terkait dengan garis sempadan danau Rawapening, dasar hukumnya mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Danau Rawapening. Dalam Peraturan menteri PUPR Nomor 28 tersebut memang disebutkan bahwa sempadan ditetapkan 50 meter dari elevasi banjir tertinggi yang pernah terjadi.

Kanapa bunyinya seperti itu, karena Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengamankan masyarakat dari bencana banjir. "Apabila Pemerintah tidak menetapkan mana elevasi batas banjir, maka di kemudian hari apabila masyarakat bermukim di situ terjadi bencana dampaknya juga akan ke masyarakat," katanya.

Sehingga, lanjut Adek, atas dasar itulah kemudian ditetapkan, bahwa elevasi sempadan danau itu diambil 50 meter ke arah dekatan dari elevasi banjir tertinggi.

Adek juga mengakui, Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 baru terbit tahun 2015. Sedangkan masyarakat sebelum tahun 2015 sudah banyak bermukim di sekitar pinggiran danau Rawapening.

Kedua akibat perubahan fungsi lahan itulah, pada saat musim kemarau danau rawapening terjadi penurunan debit air. Sehingga elevasi turun dan itulah yang diimanfaatkan oleh petani untuk bercocok tanam. "Itu yang terjadi selama ini," katanya menambahkan.

Meski begitu, tambah Adek, BBWS punya program bagaimana menyelamatkan danau, tetapi ternyata di situ sudah ada lahan petani dan sudah kepemilikan. "Inilah yang akan kita selesaikan bersama pihak terkait dalam waktu dekat ini," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement