Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nurul jubaedah

Hina jadi Mulia

Curhat | Sunday, 08 May 2022, 20:54 WIB

Hina Jadi Mulia

(Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag., S,Pd., M.Ag)

Guru Sejarah Kebudayaan Islam di MTsN 2 Garut

Mengapa saya ingin menjadi PNS/ASN?

Sebenarnya kalau saya harus menceritakan kembali kisah lama rasanya malas dan menyedihkan tetapi, saya rasa saya harus menuangkan isi dan pikiran saya dengan niat berbagi pengalaman dengan para pembaca pegiat literasi agar mereka bisa mengetahui dan merasakan apa yang selama ini saya simpan di hati sehingga apa yang saya alami semoga bisa menjadi hikmah dan bahan refleksi bersama.

Saya mulai mengajar pada tahun 2000, ketika itu saya masih berusia 22 tahun dan sudah memiliki seorang anak perempuan yang masih berusia satu tahun. Saya mengalami baby syndrome sejak memiliki bayi sampai mempunyai tiga anak. Saya tidak menikmati peran saya sebagai seorang ibu seperti wanita pada umumnya. Saya merasa tertekan dan stress. Kenapa?

Selain menjadi guru honorer, saat itu saya juga berdagang di rumah karena gaji saya hanya Rp 34.000, besar kan? (senyum saja ya!). Saya berdagang bergantian dengan suami atau ada yang kerja part time. Tahu kan kalau suami anak mami bisa kerja apa? terus yang bantu dagang di rumah ternyata “ada main” di belakang? nah, inilah yang tidak mau saya ceritakan nanti ujungnya jadi ghibah jadi bagian ini saya skip saja, OK!. Kisah ini berputar dan berlanjut sekitar tujuh tahun lamanya. Sebentar kan? (senyum lagi saja).

Pada tahun 2004, meskipun gaji saya tidak cukup untuk sehari-hari, saya nekat melanjutkan jurusan bahasa Inggris dimana sebelumnya saya juga sudah kuliah jurusan kependidikan Islam. Alhamdulillah saya bisa membiayai sendiri dari dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang dibayarkan dua kali setiap tahunnya. Tidak masalah saya makan dengan garam yang penting saya bisa mewujudkan mimpi dan anak saya masih bisa hidup dengan layak, tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan.

Ingatlah, Man Jadda Wa Jadda yang memiliki arti, barang siapa yang bersungguh-sungguh, dia pasti berhasil. Untuk bersungguh-sungguh harus diawali dengan niat yang baik atas segala yang kita inginkan. Adapun dalil yang mendasari kalimat man jadda wajada ini terdapat dalam Surat Al- Baqarah ayat 286 yang berbunyi sebagai berikut. Artinya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Berdasarkan penjelasan di atas maka semangat hidup dan rasa percaya diri saya kian meningkat meskipun dihadapkan dengan keterbatasan ekonomi yang membuat saya bertambah “gila” ingin mewujudkan mimpi. Semakin besar tekanan hidup semakin tertantang untuk menaklukkannya. Daripada saya stress memikirkan kegiataan rutin mending “gila” karena belajar untuk mewujudkan cita-cita yang sudah lama terpendam, begitulah pemikiran saya.

Saya memiliki banyak profesi dan kegiatan sambil menunggu diangkat menjadi PNS/ASN, selain mengajar di tingkat SD, SLTP, dan SLTA, saya jga sambil berdagang, serta membuka kursus bahasa Inggris dengan nama Nabila English Course. Gaji mengajar bahasa Inggris dari satu SD saat itu sebesar Rp. 50.000/bulan.

Saya mengajar di 6 SD yang berbeda, beberapa tahun berikutnya saya mengajar di tingkat SLTP dan SLTA juga sempat menjadi Asisten dosen di salah satu perguruan tinggi yang ada di Tasikmalaya. Ketika saya membuka kursus bahasa Inggris saya mampu menghasilkan uang sekitar Rp 500.000/ bulan, cuma beda nol di belakang saja kan dengan gaji guru honor saat itu? (mesem saja).

Dulu saya merasakan bahwa mengajar sebagai guru honorer, berdagang, dan membuka kursus bahasa Inggris tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga saya. Saya berpikir jika saya menjadi guru PNS/ASN maka masalah ekonomi akan segera bisa diselesaikan.

Seandainya saya sudah PNS/ASN saya akan memiliki keseimbangan mental, ekonomi, biaya pendidikan anak, dan seluruh aspek lainnya. Menjadi PNS/ASN adalah tujuan utama dalam menjalani profesi guru pada saat itu.

Alasan lainnya kenapa saya ingin menjadi PNS/ASN adalah karena ketika menjadi guru honor perlakuan lingkungan di tempat saya bekerja kurang menghargai keberadaan saya seperti memandang sebelah mata, meragukan kompetensi, terdapat kasta jabatan.

Dan yang lebih parahnya terdapat aroma feodalisme dimana istilahnya bawahan menyembah atasan, ketaatan memang penting tetapi jika pendapat dibungkam maka pendidikan tidak akan maju. Saya berharap kalau kelak sudah menjadi PNS/ASN tidak akan ada lagi kejadian yang memilukan hati ini.

Apa yang terjadi setelah lulus PNS/ASN?

Saya dinyatakan lulus PNS/ASN melalui jalur validasi tanpa test, saat itu diajukan oleh kepala madrasah setempat untuk mengikuti pendataan administrasi dan akhirnya saya terjaring CPNS pada tahun 2004 dan diangkat menjadi PNS/ASN pada tahun 2007 tetapi turun gaji pertama beserta rapel pada tahun 2010, lama kan?. Sebenarnya pada saat itu ada tiga orang yang mengikuti validasi PNS/ASN tetapi, sayalah satu-satunya orang yang lolos administrasi sedangkan kedua teman saya lolos sertifikasi.

Setelah dinyatakan lulus PNS/ASN banyak sekali drama, suka, duka, nestapa, ratapan, rintihan, dan sejenisnya. Kenapa begitu? bukannya kalau sudah lulus seharusnya langsung bahagia? apa saya kurang bersyukur? apa saya ingin langsung kaya? oh bukan itu.

Saya benar-benar risi untuk menceritakan kembali kisah ini. Tapi jika sudah disampaikan saya harap ada manfaatnya. Ternyata benar kata pepatah, semakin tinggi pohon maka semakin besar pula anginnya. Luar biasa, ujiannya ternyata cukup berat.

Pada awalnya, saya mengajar di madrasah swasta pada tahun 2000-2010. Saat itu hati saya terluka dikarenakan istri kepala madrasah cemburu terhadap saya. Lalu saya segera mencari jalan keluar terbaik agar suasana hati kembali pulih. Pada Tahun 2010-2013 saya pindah mengajar ke madrasah swasta lainnya dengan status diperbantukan (DPT).

SK PNS saya seharusnya berada di madrasah negeri tapi karena gurunya penuh akhirnya saya terpaksa mencari madrasah swasta yang masih membutuhkan guru PNS/ASN. Alhamdulillah selama tiga tahun saya merasa nyaman dan terobati bekerja di sini, selain kepala madrasahnya baik hati, ramah, dan beradab, saya diberikan keleluasaan dalam menuangkan ide dalam mengajar.

Pada tahun 2010-2012 sambil mengajar saya melanjutkan studi S2 di UIN SGD Bandung dengan niat mensyukuri nikmat Allah SWT atas pengangkatan PNS/ASN sekaligus untuk menjaga jarak dari Toxic system atau lingkungan yang tidak support. Saya fokus mengajar sekaligus belajar tentang hal-hal yang baru untuk meningkatkan kompetensi saya sebagai guru.

Saya berangkat ke kampus naik elf setiap Sabtu dan Minggu. Selama kuliah saya sangat menikmati prosesnya, masih tetap seperti mimpi saya masih bisa melanjutkan studi padahal saya sudah berkeluarga dimana kebanyakan perempuan di kampung biasanya menempuh pendidikan yang alakadarnya dan langsung menikah, tidak ada lagi peluang untuk melanjutkan studi apalagi berkarir.

Pada Tahun 2013 saya diundang untuk mengajar di madrasah yang sesuai dengan SK PNS/ASN, karena apa? karena di madrasah negeri tersebut ada guru yang meninggal. Jadi, dapat disimpulkan jika tidak ada guru yang meninggal yang sesuai dengan mata pelajaran yang saya ampu maka saya tidak akan bisa mengajar di sana sampai kapanpun.

Apakah ini dinamakan sebuah keajaiban? ataukah takdir baik? masa sih kalau ada orang yang meninggal disebut takdir baik. kewalat! welcome to the reality!. Syukuri dan nikmati, Insha Allah semuanya akan baik-baik saja!, tarik nafas dan hempaskan!.

Selama saya mengajar di tempat ini, saya kira semuanya akan indah pada waktunya. Ternyata apa yang saya bayangkan berbanding terbalik dengan realita. Tekanan dari lingkungan ternyata jauh lebih dahsyat.

Saya pernah difitnah nikah siri dengan kepala madrasah swasta yang dulu pernah merekomendasikan saya untuk mengikuti CPNS. Secara tidak langsung berarti mereka meragukan kompetensi saya sebagai seorang guru karena lulusnya saya menjadi PNS/ASN berkat kedekatan dengan atasan.

Saya juga pernah diberi jargon exclusivisme karena saya hanya dekat dengan guru laki-laki yang memiliki jabatan saja. Ditambah lagi dengan perlakuan beberapa orang yang sinis, sentimen, dan yang unik adalah manusia yang bermuka dua, saat bertemu dengan saya ia sangat ramah tetapi di belakang ia ghibah. Baiklah, skip!

Apapun yang terjadi pasti ada hikmahnya bukan begitu? peristiwa demi peristiwa saya lalui dengan “awet rajet” selama 5 tahun. Pada tahun 2018 saya mengikuti test membuat soal UAMBN Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) yang diadakan oleh Kementrian Agama RI KSKK Madrasah.

Guru-guru yang mendaftar se-Indonesia berjumlah 1.800 orang sementara yang dibutuhkan hanya 30 guru saja. Tuhan Maha baik, Dia mengganti air mata saya menjadi mutiara syurgawi, alhamdulillah saya terjaring di antara 30 guru tersebut.

Keajaiban ini menghantarkan kehidupan saya dari kesedihan menjadi kebahagiaan. Peristiwa ini sekaligus menjadi ajang pembuktian kepada mereka yang selama ini meragukan kompetensi saya apalagi strereotipe dengan hanya mengandalkan nepotisme. Semua tuduhan ini menggugurkannya dan mereka yang tadinya memandang sebelah mata kini, telah tumbang dengan sendirinya. Masuk pak Eko!

Setelah lulus test menulis soal, saya banyak mengikuti kegiatan workshop Nasional di berbagai daerah di pulau Jawa, Bali, dan Sumatera. Selama dua tahun lamanya saya fokus dengan kegiatan berkelas ini sampai akhirnya tiba Covid-19. Kegiatan facum dan akhirnya saya tidak pernah mengikuti kegiatan Nasional lagi.

Sebagai gantinya saya mengikuti webinar Nasional secara daring. Saya memanfaatkan situasi dimana KBM dilaksanakan secara daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Selama pandemi saya mengumpulkan 120 sertifikat webinar yang pada akhirnya mempermudah saya untuk naik pangkat ke IV-a pada bulan April 2021 dengan waktu dua setengah tahun saja seharusnya empat tahun, selain sertifikat juga diperlukan banyak karya ilmiah. Alhamdulillah semua persyaratan terpenuhi tepat waktu. Inilah sebabnya saya mulai konsisten menulis artikel.

Saya merasa tertinggal oleh teman-teman pegiat literasi yang sudah banyak menulis buku baik solo maupun Antologi. Tidak ada kata terlambat ya, better late than never itulah prinsip saya. Mulai sekarang saatnya bangkit dari kemalasan, saya harus mensyukuri nikmat dengan mencurahkan, menuangkan ide, gagasan ke dalam tulisan agar bisa bermanfaat kelak untuk generasi yang akan datang. Saya siap menyambut IV-b!.

Sebagai penutup saya akan berbagi doa supaya dinaikkan derajat ini doanya. Allahumma inni dhoi’fun faqawwani qa inni dzalilun fa a’izzani wainni faqiirun fa aghnini ya arhamarraahimiin. “Ya Allah sesungguhnya aku lemah berilah kekuatan kepadaku, sesungguhnya aku ini hina maka hendaklah Engkau memuliakan aku, dan sesungguhnya aku ini miskin maka berikanlah kekayaan kepadaku, wahai dzat yang Maha Penyayang.” Alhamdulillah doa saya dikabulkan menjadi PNS/ASN, saya berdoa semoga saya yang hina kelak menjadi mulia sehingga dijauhkan dari lingkungan beracun dan berada di antara mereka yang memiliki support system. Aamin ya Allah. Salam Literasi.

Nurul Jubaedah lahir di Garut, 19 Mei 1978. Mengajar di MTsN 2 Garut. Pendidikan : D1 Akuntansi (1995), S1 PAI UNIGA ( 2001), S1 Bahasa Inggris STKIP Siliwangi Cimahi (2007), S2 PAI UIN SGD Bandung (2012). Prestasi : Pembimbing KIR : Membimbing 27 judul Karya Ilmiah Remaja kategori sosial budaya, menghantarkan peserta didik juara 1,2,3, dan harapan 1 kategori Sejarah, Geografi, dan Ekonomi (tingkat Provinsi), juara harapan 1 dan 2 (tingkat Nasional) (Juli 2019-September 2021), guru berprestasi tahap 1 di GTK Madrasah (2021), lolos tahap 3 AKMI KSKK Madrasah (Februari 2022). Karya : 18 buku antologi (Januari-April 2022). Memiliki 540 konten pendidikan di canal youtube dan 40 artikel (Oktober 2021-Mei 2022). Blog : http://nuruljubaedah6.blogspot.com/. Instagram (nj_78). Email : [email protected]. Whatsapp : 081322292789.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image