Kamis 05 May 2022 11:12 WIB

Ukraina Banjir Senjata

Ukraina meminta bantuan pengiriman senjata untuk melawan Rusia.

Anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina berlatih menggunakan senjata anti-tank NLAW di pinggiran Kyiv, Ukraina.
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina berlatih menggunakan senjata anti-tank NLAW di pinggiran Kyiv, Ukraina.

Oleh : Esthi Maharani, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Perang Rusia dan Ukraina memasuki bulan ketiga. Selama itu pula Presiden Ukraina Volodomyr Zelenskyy melakukan safari ke berbagai forum dunia untuk mendapatkan dukungan. Salah satu dukungan yang diharapkan Ukraina adalah pasokan senjata.

Di akhir Maret lalu, Zelenskyy akhirnya secara terang-terangan mengungkapkan kekecewaan bahkan kekesalannya terhadap negara-negara sekutu yang tidak kunjung merealisasikan dukungan terhadap Ukraina berupa pasokan senjata ataupun perangkat keras militer mereka. Bahkan ia menilai Barat terlalu takut pada Rusia sehingga janji yang terucap tak benar-benar ditepati.

Seperti diketahui, beberapa negara telah berjanji untuk mengirim rudal antitank dan antipesawat serta senjata ringan. Di lain sisi, Zelenskyy mengatakan, Kiev membutuhkan tank, pesawat, dan sistem pertahanan antiserangan dari kapal.

"Itulah persenjataan yang dimiliki mitra-mitra kami, itulah persenjataan yang hanya teronggok berdebu di sana. Ini semua bukan hanya untuk kebebasan Ukraina, tapi untuk kebebasan Eropa," katanya waktu itu.

Zelenskyy mengatakan, Ukraina hanya membutuhkan satu persen pesawat NATO serta satu persen tank milik aliansi pertahanan itu. Pihaknya tidak akan meminta lebih. Zelenskyy mengatakan, sangat penting bagi Ukraina untuk mendapatkan lebih banyak senjata dan peralatan militer untuk merebut kembali wilayah yang diduduki Rusia.

Tuntutan dan sindiran Zelenskyy terhadap negara Barat soal pasokan senjata akhirnya satu per satu dijawab. Beberapa negara mulai secara tegas memberikan lampu hijau untuk mengirimkan senjata ataupun alutsista yang diperlukan Ukraina.

Pertama, tentu saja Amerika Serikat. Di bawah komando Presiden AS, Joe Biden, bantuan senjata untuk Ukraina tidak bisa dibilang sedikit. Terakhir, itikad bantuan senjata berat tercermin dalam pembicaraan Zelenskyy dengan Menteri Luar Negeri AS dan Menteri Pertahanan AS di Kiev pada 24 April 2022. AS berjanji mengirimkan bantuan baru senilai 713 juta dolar AS ke pemerintah Zelenskyy dan negara-negara lain di kawasan yang khawatir dengan agresi Rusia.

Pada awal April lalu Presiden AS Joe Biden mengumumkan bantuan militer tambahan ke Ukraina senilai 800 juta dolar AS. Washington juga akan memperluas cakupan sistem pertahanan termasuk artileri berat.

AS juga menggunakan deklarasi darurat yang pertama kali selama pemerintahan Biden untuk menyetujui kemungkinan penjualan amunisi senilai 165 juta dolar AS atau Rp2,38 triliun ke Ukraina. Pemerintah Ukraina telah meminta untuk membeli berbagai senjata yang disebut sebagai amunisi tidak standar, yang merujuk pada amunisi tidak sesuai dengan standar NATO.

Pentagon mengatakan paket itu dapat mencakup amunisi artileri untuk howitzer, tank, dan peluncur granat seperti peluru 152mm untuk 2A36 Giatsint; Peluru 152mm untuk meriam D-20; VOG-17 untuk peluncur granat otomatis AGS-17; Amunisi 125mm HE untuk peluru T-72 dan 152mm untuk 2A65 Msta.

Jangan lupa, perusahaan pertahanan AS juga telah didesak untuk meningkatkan produksi rudal Stinger. Stinger adalah senjata ringan dan mandiri yang dapat digunakan dengan cepat untuk bertahan melawan helikopter, pesawat terbang, drone, dan bahkan rudal jelajah. Rudal Stinger yang ditembakkan dari bahu sangat diminati di Ukraina dan dianggap telah berhasil menghentikan serangan Rusia dari udara.

Kedua, Jerman yang menyebut akan segera memutuskan apakah mengirimkan 100 kendaraan tempur Marder lama ke Ukraina. Pada 25 April 2022, perusahaan pertahanan Jerman Rheinmetall meminta persetujuan pemerintah untuk mengekspor kendaraan infrantri itu ke Ukraina. Bila pemerintah memutuskan mengirimkannya maka akan menjadi pengiriman senjata pertama Jerman ke Ukraina. Jerman tidak menyebutkan tanggal kapan keputusan mengenai kesepakatan Marder akan diambil.

Tak hanya Amerika Serikat dan Jerman, sejumlah negara di Eropa pun bakal melakukan hal yang sama. Dengan demikian, pasokan senjata dan peralatan militer akan membanjiri Ukraina dalam waktu dekat. Rusia tentu saja tidak tinggal diam dan kembali mengancam agar Barat tidak ikut campur dalam konflik di Ukraina.

Pengiriman persenjataan Barat ke Ukraina berarti aliansi NATO pada dasarnya terlibat dalam perang dengan Rusia. Moskow pun memandang pengiriman senjata-senjata ini sebagai target yang sah untuk diserang. Bahkan, Rusia memamerkan dan membanggakan rudal balistik dan persenjataan nuklir yang dimiliki untuk menakuti lawan.

Dengan kondisi perang yang masih berlangsung, pengeluaran militer secara global diprediksi akan terus meningkat. Menurut survey internasional yang dirilis pada 25 April 2022, pengeluaran militer global mencapai angka tertinggi sepanjang masa dengan lebih dari dua triliun dolar AS pada 2021.

Total pengeluaran militer naik 0,7 persen dari tahun sebelumnya dan mencapai 2,113 triliun dolar AS, kata Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI). Sementara itu, pengeluaran militer dunia sebagai bagian dari produk domestik bruto (PDB) dunia, turun 0,1 poin persentase dari 2,3 persen pada 2020 menjadi 2,2 persen pada 2021.

Lima negara dengan belanja terbesar pada tahun 2021 adalah AS, China, India, Inggris, dan Rusia total menyumbang 62 persen dari pengeluaran, menurut SIPRI. Jika AS lebih fokus pada teknologi generasi mendatang, pengeluaran militer Rusia meningkat sebesar 2,9 persen pada 2021 menjadi 65,9 miliar dolar AS saat membangun pasukannya di sepanjang perbatasan Ukraina. Ini tahun ketiga pertumbuhan berturut-turut Moskow dan pengeluaran militer negara itu mencapai 4,1 persen dari PDB pada tahun 2021.

 

Pengeluaran militer Ukraina juga meningkat 72 persen sejak aneksasi Krimea pada 2014, karena negara tersebut telah memperkuat pertahanannya terhadap Rusia.

 

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement