Ahad 01 May 2022 15:00 WIB

Menjemput Hikmah Ramadhan di Rutan Padang

Ramadhan adalah momentum khusus untuk muhasabah bagi "Bang Napi".

Sejumlah tahanan melaksanakan salat dhuhur berjamaah saat mengikuti pesantren ramadhan di ruang tahanan (Rutan).
Foto: ANTARA/Irfan Anshori
Sejumlah tahanan melaksanakan salat dhuhur berjamaah saat mengikuti pesantren ramadhan di ruang tahanan (Rutan).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sukacita menyambut serta mengisi Ramadhan tidak hanya dinikmati masyarakat luar, namun juga milik narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas II b Padang, Sumatera Barat. Lebih dari itu, Ramadhan adalah momentum khusus untuk muhasabah bagi "Bang Napi" atau mereka yang sedang menjalani hukuman serta memperbaiki diri di dalam penjara.

Selain berpuasa di siang hari, ibadah malam juga sesuatu yang ditunggu-tunggu. Mulai dari waktu berbuka hingga selesai menunaikan Shalat Witir berjamaah.

Masjid Baitul Anshar yang berdiri di tengah blok hunian adalah saksi bisu bagaimana aktivitas peribadatan malam itu berjalan, termasuk pesantren Ramadhan yang digulirkan oleh Rutan Padang selama Ramadhan. Secara bersama-sama mereka terus berusaha untuk mengubah diri, mendirikan shalat berjamaah, hingga belajar Al Quran serta ilmu agama Islam.

"Ramadhan adalah bulan khusus yang dimanfaatkan untuk beribadah, belajar serta mendalami ilmu agama," terang W, warga binaan laki-laki yang kini berusia 63 tahun. Narapidana yang terjerat kasus korupsi dan dijatuhi hukuman 5,6 tahun itu adalah warga binaan yang menjadi garin atau marbotsejak lima tahun silam.

Setiap tahun, selama mendekam di Rutan Padang sejak 2016, ia selalu aktif dalam kegiatan yang bergulir di masjid setiap bulan puasa. Bagi pria asal Solok itu Ramadhan adalah waktu untuk memperbanyak ibadah serta belajar ilmu agamaBahkan, dari berbagai kegiatan di masjid baik lewat program Pesantren Ramadhan maupun tadarus malam, banyak narapidana yang sebelumnya tidak pandai membaca Al Quran menjadi pandai hingga lancar.

"Tidak ada gengsi mengaku tidak pandai membaca Al Quran, karena di sini sama-sama belajar dan memperbaiki diri, yang pandai akan membantu yang tidak pandai," katanya.

Para narapidana tidak hanya belajar dari petugas yang berilmu, namun juga kepada sesama warga binaan di rutan yang berlokasi di kawasan Anak Air, Kecamatan Kota Tangah, kota setempat.

Mengingat penghuni rutan terdiri atas berbagai latar belakang personal, salah satunya adalah guru besar di salah satu kampus Islam negeri kota setempat. Guru besar itulah yang kerap dijadikan oleh warga binaan sebagai guru, tempat bertanya, dan hal lainnya terkait keagamaan selama ia mendekam di rutan.Hasilnya tidak mengecewakan.

Banyak warga binaan yang kemudian pandai baca tulis Al Quran, shalat, bahkan menjadi penceramah. Setiap malam usai melaksanakan Shalat Isya berjamaah, tidak jarang warga binaan yang tampil untuk memberikan ceramah agama bergantian dengan penceramah dari luar.Jika tidak ada jadwal penceramah dari luar atau penceramah berhalangan hadir, maka warga binaan di tempat itu yang memberikan ceramah,Salah satu penceramah itu adalah MS yang malam itu memberikan ceramah dengan judul "Pencapaian Ketakwaan Bagi Umat Muslim".

Narapidana yang dihukum lima tahun atas kasus asusila itu dengan lantang memberikan syiar agama dari atas mimbar, di hadapan seratusan lebih narapidana. Para warga binaan serta pegawai tampak dengan khusyuk mendengarkan setiap isi ceramah MS yang berasal dari Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumbar.

Setiap malam, setidaknya ada sekitar 160 orang yang melaksanakan ShatIsya, Tarawih, dan Witir secara berjamaah di Masjid Baitul Anshar di Rutan Padang. Mereka terdiri atas jamaah laki-laki penghuni Rutan Padang, digabung dengan warga binaan dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Anak Air.

Lokasi kedua unit pelaksana teknis pemasyarakatan (UPT) tersebut berdekatan sehingga memungkinkan para warga binaan perempuan dibawa ke Rutan Padang untuk shalat berjamaah.

Berlangsungnya kegiatan keagamaan selama Ramadhan diakui mempunyai banyak manfaat serta nilai positif oleh para warga binaan di Rutan Padang. "Kegiatan keagamaan selama Ramadhan memberikan ketenangan jiwa bagi saya dan kawan-kawan, alhamdulillah banyak yang aktif serta berubah sikapnya," katanya.

Ia berharap, kegiatan tersebut tetap berlanjut sehingga dapat memberikan perubahan mental dan spiritual kepada warga binaan yang sedang dalam proses memperbaiki diri di rutan. Memang benar, para warga binaan di Rutan Padang adalah orang-orang yang pernah bersalah kemudian dihukum. Namun bukan berarti mereka tidak bisa berubah ke jalan yang benar.

Selain itu, sebagai marbot sejak 2017 ia menjadi saksi bahwa warga binaan yang sebelumnya aktif di masjid, setelah keluar jarang yang kembali berkasus (residivis)."Jika tidak ada kegiatan seperti ini, Ramadhan hanya berlalu begitu saja tanpa diisi dengan kegiatan ibadah," katanya.

Sementara itu, Kepala Rutan Padang Muhammad Mehdi menyatakan pihaknya akan selaku mendukung kegiatan keagamaan selama Ramadhan. Mulai dari pesantren Ramadhan tempat belajar Al Quran dan ibadah lainnya, shalat berjamaah, buka puasa bersama, ShatTarawih, dan witir.

Khusus untuk malam Ramadhan, Rutan Padang juga berkoordinasi dengan pihak Kantor Kementerian Agama kota setempat untuk mendatangkan penceramah dari luar.

"Kami akan selalu memfasilitasi kegiatan keibadatan bagi warga binaan, karena ini sejalan dengan fungsi pembinaan yang dimiliki pemasyarakatan," katanya.

Ia mengatakan Rutan Padang mempunyai kewajiban untuk membina serta menyiapkan para warga binaan agar menjadi manusia yang baik saat kembali ke lingkungan masyarakat.

Namun demikian, pihaknya tidak serta merta melupakan sisi keamanan serta pengawasan saat ibadah malam Ramadhan berlangsung.

Menurutnya, setiap malam warga binaan dibagi per dua kamar untuk melaksanakan Shalat Tarawih berjemaah dari 700 lebih penghuni Rutan Padang.

Pihak Rutan Padang juga menempatkan regu khusus untuk mengawal serta berkoordinasi dengan jajaran Kepolisian Sektor Koto Tangah.

Sementara, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Barat R.Andika Dwi Praserya sebagai induk dari UPTlapas atau rutan di Sumbar mengatakan akan selalu mendukung kegiatan positif.

Hal itu sejalan dengan tujuan pemasyarakatan untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Selain itu, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

Kesyahduan melaksanakan ibadah Ramadhan bukan hanya milik mereka yang bebas, merdeka di luar sana, namun semua orang dapat menikmatinya kendati sedang menjalani hukuman di penjara. Para narapidana adalah manusia yang juga memiliki hak untuk melaksanakan ibadah sebagaimana individu lainnya dan negara berhak memfasilitasi agar selepas menjalani hukuman kembali menjadi manusia seutuhnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement