Ahad 01 May 2022 09:34 WIB

Beasiswa Otsus Mahasiswa Papua Menghadapi Berbagai Tantangan

Narasi yang disampaikan terkait pemulangan pelajar Papua dinilai kerap keliru.

Rep: Fergi Nadirab/ Red: Ilham Tirta
Pemulangan sejumlah pelajar asal Papua penerima beasiswa Otonomi Khusus dari berbagai negara di luar negeri, menjadi kajian menarik pada diskusi bertajuk  “Beasiswa bagi Papua: Membangun Negeri dari Timur Indonesia” diadakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) chapter Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Foto: istimewa
Pemulangan sejumlah pelajar asal Papua penerima beasiswa Otonomi Khusus dari berbagai negara di luar negeri, menjadi kajian menarik pada diskusi bertajuk “Beasiswa bagi Papua: Membangun Negeri dari Timur Indonesia” diadakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) chapter Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah polemik terkait pemulangan para pelajar asal Papua penerima beasiswa otonomi khusus (Otsus) dari berbagai negara di luar negeri, Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) chapter Universitas Muhamadiyah Yogyakarta menggelar diskusi yang bertajuk “Beasiswa bagi Papua: Membangun Negeri dari Timur Indonesia” pada Jumat (29/4/2022).

Diskusi tersebut menghadirkan Direktur LPDP Dwi Larso, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Theo Litaay, dan Koordinator Fungsi Politik KBRI Wellington Indah Nuria Savitri. Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Aisha Kusumasomatri hadir sebagai moderator.

Baca Juga

Indah Nuria menyampaikan, guliran pemulangan para pelajar di Selandia Baru, berawal dari surat BPSDM tertanggal 17 Desember 2021 kepada 42 pelajar penerima beasiswa asal Papua tentang penghentian beasiswa per 31 Desember 2021. "Pemulangan ini merupakan hasil evaluasi yang diselenggarakan BPSDM dengan berpegang pada hasil evaluasi akademis, durasi menjalankan pendidikan, dan disiplin para siswa," kata dia dalam diskusi tersebut.

Dalam perkembangannya, terdapat reaksi dari para pelajar dan guliran di media yang sampaikan narasi yang kerap keliru dan misleading. Selain itu, KBRI telah menemui berbagai pihak di dalam negeri maupun Selandia Baru, termasuk kementerian/lembaga terkait, Kemlu serta Imigrasi Selandia Baru, Koordinator Pelajar, para pelajar, parlemen, dan lainnya.

Menurut dia, ada sejumlah permasalahan dan berbagai tantangan yang dihadapi terkait beasiswa otsus tersebut. Termasuk proses seleksi, penentuan jurusan yang mismatch, mekanisme penyaluran dana, evaluasi dan pengawasan, dan koordinasi yang kurang dengan pihak terkait.

Sementara, Dwi Larso menyampikan, pelaksanaan beasiswa LPDP selama ini telah sukses menyalurkan beasiswa ke pelajar terbaik di Indonesia, termasuk yang berasal dari Provinsi Papua dan Papua Barat. Disampaikannya, terdapat peningkatan pendaftar beasiswa LPDP sebanyak 300 persen di Papua dan Papua Barat di tahun 2022 maupun berbagai program afirmasi.

Wakil Kantor Staf Presiden, Theo Litaay mengatakan, berbagai koordinasi telah dilakukan pihak terkait di pusat untuk membahas dan mencoba mencari solusi masalah ini. Menurut dia, ada narasi keliru yang kerap menghubungkan masalah beasiswa dengan implementasi kebijakan otonomi khusus yang baru.

"Ke depannya perlu dilakukan pembenahan pendataan siswa serta penanganan masalah internal yang selama ini meliputi penyelenggaraan beasiswa tersebut, selain berbagai upaya perbaikan lainnya," katanya.

Pada sesi diskusi, sejumlah peserta yang berasal dari Papua menyatakan, kendala terbesar yang dihadapi di lapangan antara lain proses seleksi yang tidak komprehensif dan dirasa belum merata. Mereka juga berharap kesempatan untuk mendapat beasiswa dan sistem pendidikan di Papua terus diperkuat dan dibenahi. Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah dampak ke depannya bagi mahasiswa yang berminat untuk mendapatkan beasiswa Pemprov Papua.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement