Waspadai Klaim Tarif Eksekutif pada Bus Ekonomi, Selisih Harganya Bisa Sampai Rp 150 Ribu!

Red: Reiny Dwinanda

Sabtu 30 Apr 2022 17:22 WIB

Foto udara sejumlah bus program mudik gratis DKI Jakarta parkir di Terminal Pulogebang, Jakarta Timur, Rabu (27/4/2022).Oknum Perusahaan Otobus (PO) diketahui ada yang menerapkan tarif eksekutif untuk bus ekonomi kepada calon penumpang dengan selisih tarif Rp 110 ribu hingga Rp 150 ribu lebih mahal. Foto: ANTARA / Fakhri Hermansyah Foto udara sejumlah bus program mudik gratis DKI Jakarta parkir di Terminal Pulogebang, Jakarta Timur, Rabu (27/4/2022).Oknum Perusahaan Otobus (PO) diketahui ada yang menerapkan tarif eksekutif untuk bus ekonomi kepada calon penumpang dengan selisih tarif Rp 110 ribu hingga Rp 150 ribu lebih mahal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Operator Terminal Terpadu Pulogebang, Jakarta Timur, mengimbau calon pemudik mewaspadai penawaran tarif tiket dari penyedia bus kelas ekonomi. Penyedia bus kelas ekonomi ada yang mengklaim fasilitas eksekutif untuk mudik Lebaran 2022.

"Yang parah adalah memainkan harga tiket. Kalau harga bus non-ekonomi memang tidak diatur dalam ketentuan. Tapi yang kelas ekonomi diatur," kata Kepala Satuan Pelaksana Operasional dan Kemitraan Terminal Terpadu Pulogebang Hendra Kurniawan yang dijumpai di Terminal Pulogebang, Jakarta, Sabtu (30/4/2022).

Baca Juga

Hendra mengatakan, oknum Perusahaan Otobus (PO) diketahui ada yang menerapkan tarif eksekutif untuk bus ekonomi kepada calon penumpang dengan selisih tarif Rp 110 ribu hingga Rp 150 ribu lebih mahal. Ia pun mengimbau penumpang lebih teliti dalam memilih harga tiket bus yang ditawarkan sejumlah PO.

Bus eksekutif umumnya dilengkapi fasilitas dua bangku di setiap lajur bus, tersedia fasilitas charger, ada tempat penyimpanan gelas di bangku, dan area khusus perokok. Penumpang biasanya mendapat satu sampai dua kali makan.

"Yang terpenting, busnya tidak mampir di titik tertentu perlintasan. Dia langsung melaju ke lokasi tujuan. Kalaupun mampir biasanya untuk keperluan makan di restoran tertentu saja," katanya.

Modus lainnya dari oknum pengelola PO adalah menelantarkan penumpang bus di sejumlah titik perhentian. Contohnya, penumpang dapat tiket Yogyakarta, tapi hanya diantar sampai Solo.

"Jadi itu penumpang dipindahkan ke bus lain dan ditarik tarif lagi," katanya.

Selain itu, ada pula oknum pengelola PO bus yang menyalahi ketentuan trayek. Ujungnya adalah penelantaran penumpang.

"Misalkan PO Sinar Jaya, dia tidak ke Bandung, tapi diberangkatkan ke Bandung di luar trayek," katanya.

Salah satu penyebab terjadinya modus tersebut, menurut Hendra, karena masih ada PO yang menerapkan sistem setoran kepada pegawai alias tidak digaji secara rutin. Hal itu berpotensi mereka mematok tarif sendiri dari penumpang.