Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhtar Arifin

Makna yang Tersembunyi Dari Zakatul Fithri

Agama | Saturday, 30 Apr 2022, 05:54 WIB
Sumber Ilustrasi:jakarta.ayoindonesia.com

Tidak terasa ramadhan sudah berada pada sepertiga yang terakhir. Lebih dari itu, bahkan bulan mulia ini sudah hampir habis meninggalkan kita. Dengan demikian, sudah dekat waktunya membayarkan Zakatul Fitri. Apa makna yang terkandung dalam zakat fithri?

Sejarah Zakat Fitri

Zakat fitri disyariatkan pada tahun kedua hijriyyah. Ini berarti pensyariatannya terjadi dalam tahun yang sama dengan tahun diwajibkannya berpuasa pada bulan Ramadhan sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Taudhihul Ahkam (III/371). Dengan itu, maka zakat ini disyariatkan setelah masa tasyri’ memasuki marhalah madaniyyah (Periode Madinah)

Kewajiban Zakat fitri.

Di antara dasar tentang wajibnya zakat ini adalah hadits Ibnu Umar – radhiyallahu ‘anhuma – berikut ini:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى العَبْدِ وَالحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالكَبِيرِ مِنَ المُسْلِمِينَ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ»

Dari Ibnu Umar – radhiyallahu ‘anhuma – ia berkata, “Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam - telah mewajibkan zakat fitri sebesar satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas seorang budak, orang merdeka, lelaki, perempuan, kecil dan orang tua dari kalangan kaum muslimin. Beliau memerintahkannya agar ditunaikan sebelum keluarnya manusia menuju shalat (hari raya). (HR. Bukhari, No. 1503 dan Muslim, No. 984).

Hikmah Zakat Fitri.

Tidak ada satu syariatpun melainkan di dalamnya terdapat hikmah yang besar bagi para hamba Allah. Termasuk zakat fitri ini mengandung hikmah yang sangat mulia. Hikmah tersebut telah disebutkan dalam hadits Abdullah bin Abbas – radhiyallahu ‘anhuma – berikut ini:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ:"فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَدَقَةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ ...

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam – telah mewajibkan sedekah fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari laghw dan rafats dan sebagai bentuk pemberian untuk orang-orang miskin (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah. Dihasankan oleh Syaikh AL-Albani dalam Shahihut Targhib, no. 1085, I/627).

Dari hadits ini dapat diketahui bahwa di antara hikmah disyariatkan zakat fitri ini ada dua:

Pertama: Pembersih bagi Orang yang Berpuasa.

Ada dua hal yang dibersihkan dari orang yang berpuasa sebagaimana dalam hadits di atas:

Pertama: dibersihkan dari laghw. Laghw ini didefinisikan oleh Syaikh Al-Utsaimin dengan :

الْكَلَامُ الَّذِيْ لَا فَائِدَةَ مِنْهُ.

“Perkataan yang tidak ada faidahnya”. (Fath Dzil Jalali Wal Ikram, III/94).

Kedua: dibersihkan dari rafats. Rafats memiliki beberapa makna, antara lain ada yang mengatakan, “Jima’ dan pendahuluan-pendahuluannya”, ada yang mengatakan, “Ucapan yang keji” sebagaimana dalam Taudhihul Ahkam (III/381). Sedangkan syaikh Utsaimin menjelaskan bahwa maknanya adalah

الْكَلَامُ وَالْفِعْلُ الَّذِيْ يَأْثَمُ بِهِ اْلإِنْسَانُ.

Perkataan dan perbuatan yang menjadikan manusia berdosa dengannya. (Fath Dzil Jalal, III/94).

Dalam kitab tersebut juga dirinci bahwa orang yang berpuasa tidak lepas dari tiga keadaan sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Al-Utsaimin :

1. Ia menjaga puasanya, tidak berkata kecuali kebaikan dan tidak berbuat kecuali kebaikan. Ini adalah sebaik-baik keadaan.

2. atau ia menyepelekan puasanya. Ia menyibukkan dirinya dengan kefasikan dan kemaksiatan. Ini adalah seburuk-buruk keadaan.

3. atau ia melakukan laghwu ketika berpuasa, tidak bermanfaat baginya dan tidak pula mendatangkan madharat. Disebabkan oleh perkara ini, ia terhalang dari berbagai kebaikan.

Kedua: Berbuat Baik kepada orang miskin.

Dengan zakat fitri ini, semua orang dapat merasakan kegembiraan di hari raya. Ia adalah hari yang menyenangkan bagi yang kekurangan dan orang yang berkecukupan. Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok pada hari ini, orang-orang yang kekurangan dapat menghindarkan diri dari meminta-minta.

Semoga Allah menerima amal kebaikan yang telah kita lakukan. Mudah-mudahan Allah memberikan kita istiqamah untuk selalu berbuat baik di mana kita berada. Amin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image