Kamis 28 Apr 2022 05:10 WIB

G20 Jadi Kesempatan Bantu Meratakan Akses Vaksin untuk Negara Miskin

Hanya 15,2 persen orang di negara berpenghasilan rendah menerima 1 dosis vaksin.

Seorang pria Palestina menerima suntikan vaksin virus corona Sputnik V buatan Rusia, di sebuah klinik UNRWA di Kota Gaza, Rabu (17/3). Otoritas Palestina mengatakan akan menerima 62.000 dosis vaksin virus corona melalui kemitraan Organisasi Kesehatan Dunia yang dirancang untuk membantu negara-negara miskin.
Foto: AP/Khalil Hamra
Seorang pria Palestina menerima suntikan vaksin virus corona Sputnik V buatan Rusia, di sebuah klinik UNRWA di Kota Gaza, Rabu (17/3). Otoritas Palestina mengatakan akan menerima 62.000 dosis vaksin virus corona melalui kemitraan Organisasi Kesehatan Dunia yang dirancang untuk membantu negara-negara miskin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan Forum G20 memiliki peran strategis dalam mengadvokasi sepertiga negara di dunia yang hingga kini belum memiliki akses pada vaksin COVID-19. Dia mengatakan hingga 22 April 2022 sebanyak 65,1 persen populasi dunia telah menerima setidaknya satu dosis vaksin COVID-19.

"Sebanyak 11,51 miliar dosis telah diberikan secara global, dan 11,06 juta sekarang diberikan setiap hari. Hanya 15,2 persen orang di negara berpenghasilan rendah telah menerima setidaknya satu dosis," kata Tjandra Yoga Aditama dalam agenda 2022 CSIS Global Dialogue yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Rabu (27/4/2022).

Baca Juga

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan sepertiga dari populasi dunia hingga saat ini tidak memperoleh akses vaksinasi COVID-19. Untuk itu diperlukan komitmen untuk berkolaborasi dalam membuka akses vaksin secara adil ke seluruh dunia.

"Tidak ada yang aman, sampai semua orang aman. Dibutuhkan transfer teknologi, riset dan pengembangan," katanya.

Tjandra yang juga mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu menyampaikan rencana kesiapsiagaan untuk mengakhiri darurat global COVID-19 pada 2022. Dia menuturkan pada dasarnya, virus terus berkembang.

Namun, keparahan berkurang secara signifikan dari waktu ke waktu karena kekebalan yang berkelanjutan dan bertahan terhadap penyakit parah dan kematian. Untuk itu diperlukan upaya perlindungan terhadap kelompok masyarakat berisiko tinggi seperti lanjut usia, orang dengan komorbid dan yang belum divaksin.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement