Membayar Qadha Zakat

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil

Rabu 27 Apr 2022 01:15 WIB

Membayar Qadha Zakat . Foto: Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai Foto: Republika/Thoudy Badai Membayar Qadha Zakat . Foto: Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi orang-orang yang terkena kewajiban zakat, namun selama bertahun-tahun belum ditunaikan, perlukah membayar qadha zakat?

Dikutip dari buku Catatan Faedah Fikih Puasa dan Zakat Kitab Safinatun Naja oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Jika seorang muslim sudah memenuhi kewajiban membayar zakat, dan itu sudah berlalu beberapa tahun, maka tahun-tahun sebelumnya tetap dihitung untuk dikeluarkan zakat. Terserah ketika itu ia ketahui ilmunya ataukah tidak, terserah pula ia berada di negeri kafir ataukah di negeri muslim.

Baca Juga

Jika ada kewajiban zakat, dan ia mampu menunaikannya, kemudian meninggal dunia sebelum membayarkan zakat tadi, maka kewajiban zakat tidaklah gugur karena kematian, ia tetap masih harus mengeluarkannya. Penunaian zakat tersebut ditunaikan dari harta peninggalannya karena zakat tersebut adalah hak harta yang harus ditunaikan ketika hidup.

Hal ini sebagaiman utang pada yang lain tidaklah gugur karena kematian. Ia masih disebut berdosa karena menunda menunaikan zakat. Jika ada utang zakat bersamaan dengan itu ada pula utang kepada yang lain, sedangkan harta tidak cukup untuk melunasi semuanya, maka didahulukan menunaikan zakat karena utang kepada Allah lebih berhak ditunaikan.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فدَينُ اللَّهِ أحقُّ أن يُقضَى

“Utang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan.”(HR. Bukhari, no. 1953 dan Muslim, no. 1148).

Jika ada kewajiban zakat pada seseorang, kemudian ia sakit, lantas tidak memiliki harta apa-apa lagi, maka tetap ia niatkan untuk membayar zakat ketika ia mampu, dan tak perlu ia berutang.

Adapun jika dia itu berutang, lantas ia tunaikan zakatnya, dan ia berniat untuk melunasi utang tadi ketika memungkinkan, maka ia tetap dianggap masih punya uzur. (Al-Mu’tamad fi Al-Fiqh Asy-Syafi’i).