Senin 25 Apr 2022 21:25 WIB

Pakar PBB: AS Ikut Buat Perempuan Afganistan Menderita

AS dan Taliban berkontribusi pada kesengsaraan perempuan Afganistan

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Anak-anak perempuan berjalan ke atas saat mereka memasuki sekolah sebelum kelas di Kabul, Afghanistan, Ahad (12/9).
Foto: AP/Felipe Dana
Anak-anak perempuan berjalan ke atas saat mereka memasuki sekolah sebelum kelas di Kabul, Afghanistan, Ahad (12/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pakar independen PBB mengatakan Amerika Serikat (AS) dan pihak berwenang Taliban berkontribusi pada kesengsaraan perempuan Afghanistan melalui pembekuan aset. PBB dan negara-negara lainnya mengecam langkah Taliban yang melanggar hak asasi manusia.

Taliban melarang perempuan untuk mendapat pendidikan selama berbulan-bulan setelah mereka merebut kekuasaan Afghanistan pada Agustus 2021 lalu. Namun dalam pernyataannya 14 pakar hak asasi PBB juga menyalahkan pemerintah AS yang menambah penderitaan perempuan Afghanistan dengan memblokir aset bank sentra negara itu senilai miliar dolar AS. Aset itu dana bantuan yang diakumulasikan selama puluhan tahun.

"Sementara kekerasan berbasis gender ancaman buruk dan lama bagi perempuan dan gadis muda, diperburuk oleh langkah-langkah yang diberlakukan AS," kata pernyataan itu tanpa memberikan detail spesifik, Senin (25/4/2022).

Para pakar itu juga menyalahkan "diskriminasi berbasis gender" Taliban semakin memperburuk hak-hak perempuan Afghanistan.

Pernyataan tersebut menambahkan saat ini Afghanistan sedang mengalami krisis kemanusiaan. Sebanyak 23 juta orang bergantung pada bantuan makan. Perempuan dan anak-anak paling terdampak dari krisis ini. ASe membekukan aset bank sentral sejak Taliban berkuasa bulan Agustus lalu.

Pada bulan Februari Presiden AS Joe Biden mengeluarkan perintah eksekutif memperpanjang pembekuaan. Ia mengatakan sedang berupaya membebaskan setengah dana tersebut untuk membantu rakyat Afghanistan.

Sementara menahan sisanya untuk digunakan sebagai bukti bila terdapat gugatan hukum berkaitan dengan terorisme terhadap Taliban. Para pakar yang ditunjuk Dewan HAM PBB itu mengatakan perintah tersebut "terlalu luas".

"(Akibatnya) sanksi-sanksi yang terlalu bersemangat mencegah rakyat Afghanistan mendapatkan akses pada barang-barang kebutuhan dasar," kata para ahli.

Berdasarkan hukum internasional, pemerintah negara lain termasuk AS wajib memastikan aktivitas mereka tidak menghasilkan pelanggaran HAM berat. Pakar mengatakan sudah menyampaikan keprihatinan dan rekomendasi ke AS tapi belum menerima tanggapannya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement