Berburu Lailatul Qadar di Malam Ganjil

Rep: Muhyiddin/ Red: Ratna Puspita

Sabtu 23 Apr 2022 20:40 WIB

Ilustrasi Lailatul Qadar. Bulan Ramadhan sangat istimewa karena di dalamnya terdapat Malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Foto: Republika/Kurnia Fakhrini Ilustrasi Lailatul Qadar. Bulan Ramadhan sangat istimewa karena di dalamnya terdapat Malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Ramadhan sangat istimewa karena di dalamnya terdapat Malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Pada 10 hari terakhir Ramadhan, umat Islam pun berlomba-lomba untuk mendapatkan malam yang mulia tersebut, khususnya di malam-malam ganjil.

Karena, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil di sepuluh terakhir Bulan Ramadhan," (HR Bukhari).

Baca Juga

Namun, dalam menetapkan awal Ramadhan tahun ini terjadi perbedaan antara Muhammadiyah dan pemerintah. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan awal 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada 2 April 2022. Sedangkan Kementerian Agama bersama beberapa ormas Islam lainnya seperti NU menetapkan awal 1 Ramadhan 1443 Hijriah jatuh pada 3 April 2022.

Dengan adanya perbedaan tersebut, malam-malam ganjil di bulan Ramadhan akan berbeda pula. Namun, Ahli Tafsir Alquran dan, Ustaz Amir Faishol Fath, mengungkapkan bahwa perbedaan tersebut justru menjadi keajaiban di Ramadhan tahun ini.

“Ramadhan tahun ini ada keajaiban, yaitu bahwa Muhammadiyah dan pemerintah ini di akhir Ramadhan ini akan saling mencari ganjilnya,” ujar Ustaz Amir saat dihubungi Republika.co.id belum lama ini.

Karena itu, menurut dia, semua malam Ramadhan tahun ini adalah malam ganjil. “Nah karena di sini ada dua versi malam ganjil, yaitu ganjil menurut Muhammadiyah dan ganjil menurut pemerintah, maka kita tidak boleh mengabaikan setiap malam. Kita harus setiap malam bangun memburu Malam Al Qadar,” kata Ustaz Amir.

Ustaz Amir Faishol Fath adalah salah satu juri di dalam program Hafiz Indonesia yang ditayangkan di salah satu televisi nasional. Ustaz yang biasa dipanggil dengan Abi Amir ini lahir di Sumenep pada 15 Februari 1967.

Dia menempuh pendidikannya di Pondok Pesantren Al Amien Prenduan, Madura sejak 1986. Setelah lulus dari pesantren, dia pun melanjutkan kuliahnya ke Pakistan. Pendidikan S1 sampai S3-nya dia tempuh di International Islamic University (IIU) Islamabad Pakistan mulai 1992 sampai 2003. Di sana lah dia mendalami bidang Tafsir Alquran.

Dengan kemampuannya dalam berbahasa Arab dan Inggris, dia pun pernah menjadi dosen di Pakistan. Tercatat, dia pernah menjadi Dosen Tafsir dan Hadits, sejarah Islam dan ilmu-ilmu Sosial di IIU Islamabad Pakistan pada 2003-2004. Pada saat yang sama, dia juga menjadi dosen tamu Tafsir dan Hadits di Fatima Jinnah Women University Rawalpindi Pakistan untuk program Pascasarjana.

Setelah kembali ke Indonesia pada 2005, Ustaz Amir kemudian menjadi dosen sastra Arab di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Lalu, dia juga menjadi dosen Tafsir di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah Al Hikmah Jakarta.