Sabtu 23 Apr 2022 01:49 WIB

Bantuan Belum Ada, Korban Gempa Pasaman Barat Bangun Hunian Pakai Uang Pinjaman

Demi punya rumah saat Lebaran, korban gempa Pasaman Barat membangun hunian sementara

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Warga penyintas gempa bermagnitudo 6,1 memasak untuk sajian berbuka puasa di depan hunian sementara (huntara) yang dibangun di depan rumahnya yang hancur. Demi punya rumah saat Lebaran, korban gempa Pasaman Barat membangun hunian sementara. Ilustrasi.
Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Warga penyintas gempa bermagnitudo 6,1 memasak untuk sajian berbuka puasa di depan hunian sementara (huntara) yang dibangun di depan rumahnya yang hancur. Demi punya rumah saat Lebaran, korban gempa Pasaman Barat membangun hunian sementara. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SIMPANG EMPAT - Korban gempa Pasaman Barat, Sumatera Barat bernama Sarli (64) membangun hunian tempat tinggal secara mandiri demi bisa memiliki rumah saat Lebaran/Idul Fitri 1443 Hijriah nanti. Sarli adalah warga di Jembatan Panjang, Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, Pasaman Barat.

"Bantuan tidak kunjung datang. Saya memberanikan diri membangun tempat tinggal berukuran 5x6 meter walaupun sebagian menggunakan uang pinjaman. Terpenting sekali keluarga kami bisa berkumpul saat Lebaran nanti," kata Sarli ketika ditemui sedang bergotong royong membangun rumahnya, di Nagari Kajai, Jumat (22/4/2022).

Baca Juga

Ia bertekad saat merayakan Lebaran nanti keluarganya sudah memiliki rumah yang layak karena rumah mereka sebelumnya runtuh akibat gempa magnitudo 6,1pada 25 Februari 2022. "Ketimbang berbaju baru, lebih baik kami berumah baru yang layak saat Lebaran meskipun dengan modal seadanya," kata Sarli.

Ia membangun rumah memakai rangka baja ringan, dinding GRC, beratapkan seng, dan memilih pintu dan jendela bekas rumah yang runtuh. Sarli juga membeli sedikit batu bata. "Tukang yang mengerjakannya anak dan saudara kita yang sudah biasa merakit baja ringan. Saat ini atap rumah sudah terpasang dan pengerjaan rangka serta memasang pintu dan jendela," jelasnya.

Menurut Sarli, keberanian mereka membuat hunian ini karena bantuan tidak kunjung dapat. Jangankan hunian sementara, tenda darurat yang layak saja juga tidak ada. Padahal, katanya, berbagai macam petugas telah datang menemui mereka mendata dan meminta kartu keluarga (KK).

Namun sudah hampir dua bulan bantuan tidak kunjung ada. "Selama ini kami dua keluarga atau lima orang tidur di sudut-sudut rumah yang runtuh, dapur rumah, dan warung yang ada di sebelah rumah," ungkap Sarli.

Akibat bantuan yang tidak kunjung datang itu, mereka perlahan-lahan memperbaiki warung yang rusak dari uang bantuan relawan yang datang sehingga bisa kembali berjualan dan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Selain itu mereka juga meruntuhkan rumah yang rusak dan membangunnya kembali dengan modal seadanya dan uang pinjaman.

"Saat ini warung sudah selesai dan rumah sedang pengerjaan dengan biaya yang sudah habis sekitar Rp 10 juta. Perkiraan nanti habis Rp 18 juta," katanya.

Anak pemilik rumah Jasril (35) yang ikut membantu mengerjakan rumah menargetkan hunian tetap itu sudah selesai saat Lebaran nanti. "Kita baru empat hari mengerjakan rumah ini. Ditargetkan saat lebaran kami sudah bisa tinggal di rumah yang berukuran seadanya ini," katanya.

Mereka tidak mau banyak berharap uluran tangan pemerintah karena hampir dua bulan mereka belum dapat bantuan hunian. Padahal tetangga di sebelahnya mendapat bantuan hunian sementara. Selain itu yang terdampak bencana ini bukan hanya satu dua kejorongan saja.

"Untuk itu kami berinisiatif walaupun berhutang membangun hunian yang layak. Jika kami gunakan terpal atau tenda, daya tahan tak lama. Kami harus tinggal cukup lama sampai rumah bisa terbangun kembali. Butuh biaya besar dan waktu cukup lama membangun kembali rumah kami," terang Jasril.

Keluarga itu harus membangun rumah supaya bisa ditinggali. Mereka harus berusaha hidup menetap dan mandiri dengan membangun hunian sebelum ada rumah tinggal lebih layak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement