Rabu 20 Apr 2022 13:31 WIB

Masjid Agung Nur Sulaiman, Saksi Sejarah Ibu Kota Banyumas Lama

Semula masjid tersebut dikenal dengan sebutan Masjid Agung Banyumas.

Rep: Idealisa Masyarafina/ Red: Agung Sasongko
Arsitektur masjid Agung Nur Sulaiman
Foto: Republika/Idealisa masyrafina
Arsitektur masjid Agung Nur Sulaiman

REPUBLIKA.CO.ID,   BANYUMAS -- Masjid Agung Nur Sulaiman yang letaknya berada di sebelah barat Alun-Alun Kabupaten Banyumas, merupakan salah satu masjid tertua di Pulau Jawa.

Menurut Babad Banyumas oleh Oemarmadi dan Poerbosewojo, masjid ini didirikan setelah Balai Si Panji (pendopo Kabupaten Banyumas) dibangun pada 1743. Banyak penutur sejarah yang menyebut masjid ini dibangun pada tahun 1755 di akhir masa pemerintahan Raden Tumenggung Yudanegara II yang mendirikan pendopo Si Panji.

Baca Juga

Semula masjid tersebut dikenal dengan sebutan Masjid Agung Banyumas yang kemudian berganti nama menjadi Masjid Agung Nur Sulaiman Banyumas pada 1992. Bangunan ini masuk ke dalam daftar cagar budaya karena merupakan peninggalan sejarah saat ibu kota kabupaten masih berada di Banyumas atau sebelum dipindah ke Purwokerto.

photo
Arsitektur masjid Agung Nur Sulaiman - (Republika/Idealisa masyrafina)

Masjid ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya di Kabupaten Banyumas yang telah terdaftar oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah pada 2004 dengan Nomor 11-12/Bas/44/TB/04. Bangunan ini juga dilindungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Juru Pelihara Masjid Agung Nur Sulaiman BP3 Jateng Djoni Muhammad Farid mengatakan, nama Masjid Nur Sulaiman berasal dari nama dua tokoh yang membangun masjid ini, yaitu arsitek Kyai Nur Daiman I dan penyiar agama yang berdakwah di Masjid Agung, Kyai Nur Sulaiman.

Bangunan masjid memiliki ciri khas Banyumas yakni beratap limasan. Awalnya arsitektur bangunan atapnya menggunakan anyaman daun tebu dan ubinnya masih terbuat dari semen. Lantai masjid yang semula hanya berupa semen telah diganti menjadi tegel pada 1929.

"Atap diganti menggunakan seng bergelombang karena anyaman tersebut sulit didapatkan dan tidak awet. Tapi tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali atap bangunan masjid itu diganti dengan seng," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement