Selasa 19 Apr 2022 22:45 WIB

Kabareskrim: 15.039 Perkara Diselesaikan dengan Restorative Justice

Polsek harus menjadi basis resolusi penyelesaian perkara berkeadilan lewat dialog.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Teguh Firmansyah
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto (kanan) .
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto (kanan) .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan sepanjang tahun 2021 hingga Maret 2022 ia telah menyelesaikan 15.039 perkara dengan Restorative Justice. Menurutnya, jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.

"Jumlah ini meningkat 28,3 persen dari tahun sebelumnya sebesar 9.199 kasus," katanya dalam kegiatan Talkshow bertajuk 'Restorative Justice Harapan Baru Pencarian Keadilan', Selasa (19/4).

Baca Juga

Ia menjelaskan terkait pendekatan Restorative Justice yang diterapkan oleh Polri saat ini, sebanyak 1.052 Polsek di 343 Polres sudah tidak lagi melakukan proses penyidikan. Menurut Agus, Polsek merupakan ujung tombak Polri dalam hal pelayanan yang paling bersentuhan langsung dengan masyarakat.

"Polsek harus menjadi basis resolusi penyelesaian perkara berkeadilan dengan cara dialog, mediasi, probling solving dalam menyelesaikan perkara ringan, pertikaian warga ataupun bentuk-bentuk gangguan Kamtibmas lainya hal ini jelas merupakan upaya dari restorative justice sesuai visi presisi bapak Kapolri," ujar Agus.

Ia menambahkan Restorative Justice saat ini menjadi prioritas kepolisian dalam melakukan penyelesaian perkara. Pasalnya, dikatakan Agus, itu merupakan prinsip utama dalam keadilan Restoratif yakni, penegakan hukum yang selalu mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

"Penekanan Bapak Kapolri, penyidik harus memiliki Prinsip bahwa hukum pidana menjadi upaya terakhir dalam penegakan hukum (Ultimum Remidium). Polri harus bisa menempatkan diri sebagai institusi yang memberikan rasa keadilan kepada masyarakat," ucap Agus.

Lalu, ia menegaskan tidak semua perkara dapat diselesaikan dengan pendekatan Restorative Justice. Hal itu sebagaimana Pasal 5 Perpol 8 Tahun 2021, dimana kasus-kasus yang dapat diselesaikan melalui Restorative Justice harus memenuhi persyaratan materil.

Adapun tindak pidana kejahatan yang tidak bisa diselesaikan dengan Restorative Justice, yakni, terorisme, pidana terhadap keamanan negara, korupsi dan perkara terhadap nyawa orang dan juga tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat.

"Lalu, tidak berdampak pada konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak bersifat radikalisme dan separatisme serta bukan pengulangan pelaku tindak pidana berdasarkan putusan Pengadilan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement