Senin 18 Apr 2022 11:25 WIB

Kemen PPPA Dorong Pelaku Sodomi 15 Santri Dijatuhi Hukuman 

Kekerasan seksual yang dilakukan guru ngaji sangat keji dan tidak bisa ditolerir.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej bersama sejumlah aktivis perempuan usai pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej bersama sejumlah aktivis perempuan usai pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus sodomi atau pencabulan terhadap 15 santri laki-laki usia anak di Pengalengan, Jawa Barat. KemenPPPA mendorong agar pelaku yang merupakan seorang guru dihukum sesuai dengan UU 17 Tahun 2016. 

Menteri PPPA Bintang Puspayoga sangat menyesalkan seorang guru yang seharusnya jadi teladan, panutan dan mendidik justru melakukan perbuatan tercela terhadap santri siswa didiknya. 

"Kekerasan seksual yang dilakukan guru ngaji sangat keji dan tidak bisa ditolerir. KemenPPPA berharap kasus ini dapat dituntaskan dan hukum ditegakkan agar korban mendapatkan keadilan," kata Bintang, Senin (18/4). 

Kemen PPPA telah berkoodinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bandung, yang melakukan penjangkauan dan pendampingan saat pemeriksaan oleh penyidik kepada korban. Selanjutnya UPTD PPA akan melakukan asesment psikologi dan monitoring perkembangan kasus serta rehabilitasi bagi korban serta memastikan proses reintegrasi berjalan dengan baik.

“Kemen PPPA akan memastikan berlangsungnya pendampingan terhadap korban untuk memulihkan trauma yang dialaminya. Kami juga berharap, tidak ada stigma terhadap korban dan bahkan masyarakat harus mendukung, sehingga pemulihan dari trauma dapat berlangsung cepat,” ujar Bintang. 

Deputi Perlindungan Khusus Anak, KemenPPPA, Nahar mengatakan pihaknya telah koordinasi dengan Unit PPA Polres Kabupaten Bandung terkait kasus sodomi yang terjadi di Pangalengan. Korban yang mendapat pendampingan dari UPTD PPA Kabupaten Bandung seluruhnya berjumlah 15 anak, terdiri dari 12 korban dan 3 saksi. 

Pelaku diduga melakukan perbuatannya lebih dari lima tahun sejak 2017 dengan korban sodomi puluhan anak laki-laki. Kasus ini masih proses penyidikan Polresta Kabupaten Bandung dan pelakunya telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka.  

“Ke-15 anak dalam pendampingan untuk dikonseling oleh psikolog dan mendapat assessment serta pendampingan hukum,” kata Nahar. 

Kemen PPPA meminta agar Aparat Penegak Hukum dapat memberikan hukuman sesuai perundang-undangan yang berlaku. Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 76E UU 35 tahun 2014, dengan sanksi hukuman pada Pasal 82 UU 17 Tahun 2016 jo Perpu 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun disertai denda maksimal Rp 5 miliar, serta membayar restitusi ganti kerugian kepada para korban anak, yang perhitungannya dilakukan oleh LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). 

Mengingat pelaku adalah pendidik sesuai pasal 82 (2), dapat dikenai tambahan pidana 1/3 dari pidana pokok dan karena korban lebih dari satu orang, maka sesuai pasal 82 (4) pelaku juga dapat dikenai tambahan pidana 1/3 dari pidana pokok. Selain itu, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku sesuai pasal 82 (5) dan tindakan rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik pelaku pada pasal 82 (6). 

"KemenPPPA juga mendorong masyarakat dan orang tua untuk turut serta melakukan pengawasan terhadap proses belajar di lembaga pendidikan dan tidak menyerahkan sepenuhnya pengawasan tersebut terhadap lembaga pendidikan," sebut Nahar. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement