Ahad 17 Apr 2022 15:57 WIB

Sanksi Administratif Menanti Dosen UNRI yang Divonis Bebas

Kemendikbudristek meminta rektor UNRI untuk memastikan hak korban terpenuhi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, bertemu dengan mahasiswa korban kekerasan seksual di kampus Universitas Riau (UNRI) beberapa waktu lalu di kantornya. Dia menyatakan, akan memproses pemeriksaan berdasarkan rekomendasi satgas UNRI agar pelaku diberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku. 

"Saat ini Kemendikbudristek akan memproses pemeriksaan berdasarkan rekomendasi satgas UNRI untuk diberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Nadiem dalam keterangan pers, Ahad (17/4/2022). 

Baca Juga

Nadiem mengatakan, Kemendikbudristek meminta rektor UNRI untuk memastikan hak-hak korban dapat terpenuhi dan mendapatkan perlindungan dari stigma dan tekanan. Mengingat, kata dia, putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap sampai saat ini sehingga suasana pembelajaran dapat tetap kondusif bagi seluruh warga kampus. 

"Sehingga mereka (korban) dapat menyelesaikan studinya dengan optimal," kata Nadiem. 

Pada kesempatan itu, Nadiem menegaskan komitmen penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan serta memberikan dukungan moril kepada korban. Dia mengaku sangat berempati atas insiden yang terjadi. 

"Semoga korban bisa terus menjaga semangat dan kami berdiri dibelakang korban dalam perjuangannya. Saya tahu ini tidak mudah, tetapi terima kasih telah berani bersuara dan berjuang," tutur mendikbudristek. 

Upaya tersebut, kata Nadiem, mengirimkan pesan bagi semua sivitas akademik perguruan tinggi untuk memahami urgensi penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Menurut dia Kemendikbudristek bersikap tegas untuk terus mengedepankan kebijakan-kebijakan yang bersifat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di seluruh tingkat satuan pendidikan. 

Di samping intoleransi dan perundungan, kekerasan seksual merupakan salah satu dari “Tiga Dosa Besar Pendidikan” yang dampaknya dapat mengakibatkan trauma jangka panjang dan memberikan pengaruh buruk terhadap keberlanjutan hidup korban. Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 merupakan wujud nyata dari upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. 

"Poin terpenting dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 adalah keberpihakan kepada korban. Sehingga korban mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk memproses kasusnya serta mendapatkan pemulihan," jelas Nadiem. 

Mahasiswa berinisial L, korban kekerasan seksual yang didampingi perwakilan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional KOMAHI UNRI, menyampaikan kekecewaannya atas putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Putusan tersebut dinilai tidak sesuai dengan dokumen bukti tertulis hasil pendapat ahli psikolog dalam berkas perkara terkait hasil asesmen psikologi korban. 

"Saya memohon untuk mendapatkan keadilan dan saya mengharapkan Permendikbudristek sebagai satu-satunya harapan saya untuk mendapatkan keadilan. Mereka mendengar aspirasi saya memberikan kekuatan kepada saya agar saya dapat terus memperjuangkan hal ini," ujar L usai bertemu dengan Mendikbudristek. 

Wakil Ketua KOMAHI UNRI, Voppi Rosea Bulki, berharap agar kampus dapat serius menghapuskan kekerasan seksual. Gerakan dukungan kepada korban dan dorongan penuntasan kasus kekerasan seksual bukan dimaksudkan untuk mencoreng nama baik kampus, tetapi ingin menghadirkan lingkungan belajar yang nyaman dan aman. 

"Harapan kami ke kampus agar bisa juga berada di pihak kami, ikut bersama kami membebaskan kampus dari kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual dalam bentuk apapun," ujar dia. 

"Jadi, harapan kami Universitas dalam hal ini perlu tegas, terutama dari Rektor dan para pimpinan untuk bersama-sama menyatakan sikap melihat kasus ini dan terbuka dengan fakta adanya kekerasan seksual dan tidak menyalahkan korban," tambah Voppi. 

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, mengungkapkan, pihaknya aktif berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UNRI. Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi, Satgas PPKS UNRI telah merekomendasikan sanksi administratif. 

"Hal ini sedang diproses oleh Kemendikbudristek," ungkap Chatarina. 

Chatarina menyampaikan, Kemendikbudristek menghormati proses hukum di pengadilan. "Termasuk putusan yang belum inkracht dan kemungkinan upaya kasasi oleh jaksa penuntut umum," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement