Senin 18 Apr 2022 06:28 WIB

Sampai Kapan Pendidikan Seks untuk Anak Dianggap Tabu?

Sangat bahaya jika anak mencari tahu sendiri perihal seksualitas.

Pendidikan seksual untuk anak masih menjadi perdebatan. Padahal pendidikan seksual dari arti luas dinilai bisa mencegah pelecehan seksual (ilustrasi)
Pendidikan seksual untuk anak masih menjadi perdebatan. Padahal pendidikan seksual dari arti luas dinilai bisa mencegah pelecehan seksual (ilustrasi)

Oleh : Christianingsih, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa waktu lalu, Ribut Santoso menyedot perhatian masyarakat lantaran videonya saat menjelaskan tentang kaum Sodom beredar luas. Di hadapan sekelompok siswa SD, guru honorer di Lumajang itu menjelaskan apa arti kaum Sodom.

Tak hanya itu, ia pun memaparkan dari perspektif agama konsekuensi apa yang akan diterima kaum Sodom apabila tidak bertobat. Penuturan yang sederhana sambil sesekali diiringi canda membuat suasana pembelajaran menjadi semarak.

Banyak warganet memuji cara Pak Ribut menyampaikan materi. Ia dinilai dapat menyederhanakan materi seksualitas yang sensitif sehingga dapat diterima anak-anak. Namun ada juga masyarakat yang kontra karena menganggap materi Pak Ribut terlalu vulgar untuk anak SD.

Ia pun sempat dipanggil Kepala Dinas Pendidikan setempat untuk dimintai keterangan. Untungnya Dinas Pendidikan mendukung apa yang dilakukan guru SD Negeri Pagowan 1 itu. KPAI juga mengapresiasi Pak Ribut karena memiliki pendekatan pembelajaran yang bagus.

Pro kontra atas konten Pak Ribut mencerminkan masih banyak kelompok masyarakat yang menganggap pendidikan seksual untuk anak adalah hal yang tabu. Mereka lebih suka melarang ketimbang mengedukasi. Seksualitas masih dipandang sebagai area gelap yang bisa menyesatkan anak-anak.

Padahal jika kita cermati, tak ada satu pun kata vulgar yang terucap Pak Ribut selama menjelaskan pengertian kaum Sodom. Ia bahkan menyisipkan dasar pemahaman agama yang baik dalam materi yang menyinggung seksualitas.

Mungkin masih banyak orang berpikir pendidikan seksual adalah tentang mengajarkan bagaimana cara berhubungan seksual. Nyatanya, pendidikan seksual lebih luas daripada itu. Sesederhana mengenal organ vital dan bagaimana menjaga kesehatannya sudah termasuk pendidikan seksual.

Waktu kecil saya ingat pernah dinasihati oleh orang tua bagaimana menyebut alat kelamin. Untuk merujuk alat kelamin, saya diajari untuk menyebutnya dengan istilah-istilah yang gemas macam 'kupu-kupu' atau 'burung'. Jika menyebutnya dengan istilah biologis, vagina dan penis, maka itu dianggap tak sopan dan nakal.

Didikan ala baby boomers semacam itu sudah banyak terpatahkan dewasa ini berkat makin masifnya pemahaman mengenai pentingnya edukasi seksual. Namun edukasi tersebut memang belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Ribut-ribut soal konten Pak Ribut adalah buktinya.

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sepanjang 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari angka itu, 15,2 persennya adalah kekerasan seksual.

Dalam kasus kekerasan terhadap anak, trennya lebih memprihatinkan karena kasus kekerasan seksual mengambil porsi yang besar. Pada kasus kekerasan terhadap anak, 45,1 persen dari 14.517 kasus kekerasan terhadap anak merupakan kasus kekerasan seksual.

Artinya, sekitar 6.547 kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi selama tahun 2021. Betapa mengerikannya.

Sudah bukan saatnya lagi mengidentifikasi pendidikan seksual dan reproduksi kepada anak dan remaja sebagai sesuatu yang tabu. Pendidikan ini penting sebagai usaha preventif agar kelompok usia tersebut bisa mengidentifikasi pelecehan dan kekerasan seksual. 

Pada era di mana arus informasi nyaris tanpa batas seperti sekarang, akan sangat bahaya jika anak mencari tahu sendiri perihal seksualitas. Berkat adanya internet dan smartphone, informasi baik yang senonoh maupun yang tak senonoh bisa dengan mudah ada di genggaman, bahkan oleh anak-anak dan remaja yang secara psikis dan emosional belum matang.

Para orang tua dan guru sudah saatnya menjadi Pak Ribut. Dalam artian, belajar memberikan pendidikan seksual sejak dini kepada anak dengan bahasa yang mudah dimengerti dan sesuai dengan kemampuan berpikir anak-anak. Letakkan dasar agama yang kuat dalam memberikan pendidikan seksual. Semoga makin tinggi kesadaran akan pentingnya edukasi seksual makin banyak generasi muda yang bisa diselamatkan dari kekerasan seksual.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement