Mengapa Lailatul Qadar, Bukan Naharul Qadar?

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil

Sabtu 16 Apr 2022 16:49 WIB

 Mengapa Lailatul Qadar, Bukan Naharul Qadar?. Foto:  KH Nazaruddin Umar Foto: TV One, Maman Sudiaman/Republika Mengapa Lailatul Qadar, Bukan Naharul Qadar?. Foto: KH Nazaruddin Umar

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar, menyampaikan penjelasan mengenai Lailatul Qadar (Malam Qadar) saat mengkaji Surah Al-Qadr. Dia memulainya dengan pemaparan mengapa Surah tersebut berbicara tentang Lailatul Qadar, bukan Naharul (siang) Qadar.

Nasaruddin menjelaskan, jarak antara Tuhan dengan hamba-Nya di malam hari itu lebih dekat. Bahkan hampir semua sholat di-fardhu-kan di malam hari. Sholat fardhu di siang hari hanya dua, Dzuhur dan Ashar.

Baca Juga

"Coba kita lihat malamnya. Ada Maghrib, Isya, Tarawih, Sholat Lail, Tahajud, Witir, kemudian Sholat Qobla Subuh, lalu Sholat Subuh," paparnya dalam webinar bertajuk 'Nuzul Qur'an: Al-Qur'an dan Sains untuk Membentuk SDM dan Karakter Bangsa' yang digelar Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Sabtu (16/4).

Dari hal tersebut, Nasaruddin melanjutkan, seolah-olah Tuhan menyampaikan bahwa percuma banyak sholat di siang hari. "Sholat di samping tumpukan map. Satu map saja problemnya luar biasa. Pastu Tuhan susah ditemukan di siang hari," tuturnya.

Nasaruddin mengungkapkan, pembagian siang dan malam yaitu untuk mendukung kapasitas sebagai hamba di malam hari dan khalifah di siang hari. Meskipun, seorang Muslim tentu bisa menjadi khalifah di malam hari dan juga sekaligus hamba di siang harinya.

"Tetapi porsinya yang lebih banyak adalah tadi. Porsi khalifahnya lebih banyak di siang hari dan porsi hambanya di malam hari. Maka cocok menjadi khalifah di siang hari, dan lebih tepat kita menjadi 'aabid (orang yang beribadah) di malam hari," jelasnya.

Allah SWT berfirman, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS Az-Zariyat ayat 56)

Selanjutnya, Nasaruddin menjelaskan kandungan 'alfi syahr' pada ayat ketiga Surah Al-Qadr. Dia mengatakan, seandainya ada bilangan triliun pada waktu diturunkannya Alquran, tentu mungkin Alquran menyebut dengan khairum min triliun syahr.

"Bilangan paling tinggi dalam bahasa Arab itu alfun, (berarti) seribu, maka kitab tafsir mengartikan alfun itu ribuan atau beribu-ribu bulan, jadi unlimted tanpa batas," paparnya.