Senin 11 Apr 2022 14:51 WIB

Himbara: Tren Restrukturisasi Kredit Semakin Menurun

Pada Februari 2022, outstanding restrukturisasi kredit sebesar Rp 638,22 triliun.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Kredit bank (ilustrasi). Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menyatakan tren restrukturisasi kredit akibat Covid-19 mengalami tren penurunan.
Foto: Tim Infografis Republika
Kredit bank (ilustrasi). Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menyatakan tren restrukturisasi kredit akibat Covid-19 mengalami tren penurunan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menyatakan tren restrukturisasi kredit akibat Covid-19 mengalami tren penurunan. Hal ini sejalan pemulihan ekonomi di Tanah Air.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatat portofolio kredit restrukturisasi debitur akibat Covid-19 sebesar Rp 67 triliun yang terdiri dari segmen wholesale sebesar Rp 32 triliun dan ritel senilai Rp 35 triliun.

Baca Juga

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi AS Aturridha mengatakan sejalan dengan ekonomi yang telah mengalami perbaikan, tren outstanding tersebut terus mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi akhir 2021.

“Sampai Februari 2022 portofolio kredit restrukturisasi debitur terdampak Covid-19 sebesar Rp 67 triliun, tren outstanding tersebut terus mengalami penurunan,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (11/4/2022).

Menurutnya pemberian restrukturisasi merupakan bentuk komitmen Bank Mandiri untuk mendukung kebijakan pemerintah dan regulator, khususnya terkait Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai kebijakan Countercyclical dampak penyebaran Covid-19.

Sementara itu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 sebesar Rp 69,63 triliun pada Maret 2022. Adapun realisasi ini turun Rp2,5 triliun dari posisi akhir 2021 sebesar Rp 72,13 triliun.

Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom mengatakan sektor-sektor yang terdampak pandemi antara lain trading, restoran dan hotel sebesar 27,1 persen, konstruksi sebesar 19,3 persen dan manufaktur sebesar 16,9 persen.

“Pelaku usaha terdampak mulai semakin percaya diri prospek kinerja bisnisnya, sehingga sudah dapat melakukan cicilan seperti sebelum pandemi,” ucapnya.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan restrukturisasi kredit akibat Covid-19 sebesar Rp 246 triliun dari 2,9 juta lebih debitur. Pada Februari 2022, jumlah outstanding restrukturisasi tersebut sudah turun menjadi Rp 149,1 triliun. 

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan penurunan outstanding tersebut karena sebanyak Rp 69,37 triliun kredit sudah bisa membayar sesuai dengan ketentuan restrukturisasi. Lalu sebanyak Rp 21,4 triliun sudah benar-benar sehat tanpa harus berobat jalan.  

"Adapun yang benar-benar sudah tidak bisa diselamatkan mencapai Rp 6,8 triliun," ucapnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat restrukturisasi kredit akibat Covid-19 mengalami tren penurunan. Pada Februari 2022, outstanding restrukturisasi sebesar Rp 638,22 triliun atau turun Rp 16,42 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.

Jika dibandingkan dengan posisi pada akhir 2021, nilai restrukturisasi turun sekitar Rp 25 triliun dan berkurang Rp 192 triliun jika dibandingkan Desember 2020. Adapun jumlah debitur restrukturisasi mencapai 3,7 juta pada Februari 2022.

Penurunan itu didorong oleh restrukturisasi kredit UMKM yang turun Rp 6,61 triliun dari Rp 251,39 triliun per Januari 2022 menjadi Rp 244,78 triliun pada Februari. Adapun jumlah debitur juga turun menjadi 2,84 juta dari 2,96 juta debitur.

Segmen non-UMKM, nilai restrukturisasi kredit perbankan pada Februari 2022 sebesar Rp 393,4 triliun atau turun Rp 9,32 triliun secara bulanan. Adapun jumlah debitur non-UMKM turut mengalami penurunan dari 910.269 debitur menjadi 857 ribu.

“Peran restrukturisasi sangat penting menekan tingkat non performing loan (NPL) dan non performing financing (NPF) dari bank atau perusahaan pembiayaan sehingga stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik,” ujar Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot.

Ke depan OJK berupaya mengamati perkembangan kondisi perekonomian dan sektor jasa keuangan. “Selain itu, otoritas bersama pemerintah serta stakeholder lainnya terus menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong akselerasi ekonomi nasional,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement