Jumat 08 Apr 2022 03:51 WIB

'Jokowi Ikut Nikmati Isu Tunda Pemilu, Sampai Akhirnya Sadar Itu Melawan Kehendak Rakyat'

Peringatan Jokowi kepada menteri soal isu penundaan pemilu dinilai telat.

Presiden Joko Widodo.
Foto: Dok. Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro, Mimi Kartika, Nawir Arsyad Akbar, Antara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pekan ini menegur jajaran menteri yang terus menerus memberikan pernyataannya terkait masalah penundaan pemilu dan juga perpanjangan masa jabatan presiden. Teguran itu disampaikan Jokowi dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/4/2022) yang diunggah melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Rabu (6/4/2022).

Baca Juga

“Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan. Ndak,” kata Jokowi.

Jokowi ingin jajarannya memperbanyak komunikasi kepada masyarakat terkait situasi global yang terjadi saat ini. Kondisi global yang sulit ini menyebabkan terjadinya krisis dan juga kenaikan inflasi di berbagai negara, bahkan berdampak pada kondisi di dalam negeri. Karena itu, ia tak ingin jajarannya justru membuat polemik di masyarakat.

“Jangan menimbulkan polemik di masyarakat, fokus pada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi,” ujar Jokowi.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang menilai peringatan Presiden Jokowi kepada jajaran kabinetnya untuk menghentikan wacana presiden tiga periode sudah terlambat.

"Sikap Presiden Jokowi yang meminta agar wacana tersebut dihentikan, sudah terlambat. Bagaikan mematikan bara api dengan air yang justru percikan apinya sudah kemana-mana," katanya ketika dihubungi di Kupang, Kamis (7/4/2022).

Ahmad Atang mengatakan, dari awal wacana ini mencuat ke permukaan, baik dilakukan oleh kalangan politisi partai pendukung maupun dari internal pemerintahan. Menurut dia, karena wacana tersebut bergulir cukup lama, maka Jokowi terkesan menikmati wacana tersebut.

Namun, bola panas wacana penundaan pemilu dan presiden tiga periode justru melawan kehendak publik yang memberikan tanggapan negatif atau penolakan. Menurut Ahmad Atang, Jokowi sering kali melakukan eksperimen politik yang membingungkan seperti yang tampak dari sikapnya terhadap wacana tersebut.

"Mengapa Jokowi tidak bersikap sejak awal agar wacana tersebut tidak menjadi bola liar yang menciptakan kegaduhan politik tanpa berujung," katanya.

Oleh sebab itu, kata dia, dapat diduga bahwa sesungguhnya Jokowi tahu dan mau agar wacana itu terus menggelinding bagaikan bola salju. Namun, kata Ahmad Atang, hitungan tersebut sepertinya bertepuk sebelah tangan karena publik secara spontan menolak setiap wacana politik yang kontra-konstitusi.

Senada dengan Ahmad Atang, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai pernyataan Presiden Jokowi melarang para menterinya bicara soal penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden sudah tidak relevan. Sebab, menurutnya wacana tersebut sudah terlanjur bergulir di publik. 

"Wacana (penundaan pemilu) ini sebetulnya sudah mapan di kalangan publik, opini sudah terlanjur terbangun sehingga ketika Jokowi melakukan larangan di akhir mobilisasi seperti sekarang, selain ada keterlambatan saya kira ini adalah upaya untuk melepas diri dari tanggung jawab wacana itu sejak awal," kata Dedi kepada Republika, Kamis.

Dedi menilai teguran Jokowi kepada menterinya memunculkan kesan bahwa Jokowi berusaha untuk menghindar dari dampak polemik yang sudah terlanjur terbangun. Tidak hanya itu, Dedi juga menilai  pernyataan tersebut dirasa perlu disampaikan mengingat PDIP sejak awal menolak wacana itu.

Baca juga : Roy Suryo Bagikan Video Jokowi Angkat Tiga Jari Saat Beri BLT Migor ke Pedagang

"Karena mau tidak mau PDIP sebagai partai politik presiden menolak sejak awal. Artinya bisa saja presiden mengalami tekanan dari partai PDIP meskipun presiden mulanya menikmati bahkan merestui wacana yang digelorakan oleh menko Luhut Panjaitan," ucapnya.

Untuk itu menurutnya kelompok sipil yang menolak keras wacana penundaan sipil tidak perlu terlena begitu saja dengan pernyataan Jokowi tersebut. Berkaca dari pengalaman, Dedi memandang beberapa kali pernyataan Jokowi justru tidak sinkron dengan situasinya. 

"Misalnya terkait dengan kenaikan harga-harga kebutuhan publik, minyak goreng, kemudian bahan bakar termasuk juga kenaikan tol pajak dan lain-lain itu kan mustahil kalau Jokowi tidak mengetahui. Tapi begitu berpolemik tiba-tiba Jokowi melakukan statement yang seolah-olah ia tidak tahu, ia melakukan kritik terhadap menterinya sendiri," terangnya.

"Jadi hal-hal semacam ini saya kira senada dengan apa yang disampaikan Jokowi terkait dengan wacana penundaan pemilihan umum ini," imbuhnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement