Selasa 12 Apr 2022 02:41 WIB

Memaknai Ihsan di Era Disrupsi

Memaknai Ihsan di Era Disrupsi

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Memaknai Ihsan di Era Disrupsi - Suara Muhammadiyah
Memaknai Ihsan di Era Disrupsi - Suara Muhammadiyah

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Kemajemukan merupakan hal yang tidak bisa dihindari di era ini. Era revolusi industri 4.0 dengan segala implikasinya ini telah melahirkan disrupsi di berbagai bidang kehidupan. Disrupsi menyebabkan perubahan nilai-nilai kehidupan manusia. Di era ini, perlu menumbuhkan kembali spirit agama yang memerintahkan ihsan dan ajaran kasih. Hal itu disampaikan Muhamad Ali, Associate Professor of Islamic Studies University of California dalam Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah pada 5 Ramadan 1443 Hijriah atau 6 April 2022.

Muhamad Ali menyebut bahwa disrupsi telah menyebabkan perubahan sosial-budaya-keagamaan. Banyak hal dalam kehidupan kini didominasi oleh nilai kebebasan dan akses informasi yang berlimpah. Tata cara hidup berubah, dan bahkan common values menjadi sulit disepakati. Teknologi juga telah mengubah cara orang memahami agama, memahami hal-hal yang sakral, dan hal-hal yang bersifat ilahiah.

Akses kepada sumber informasi yang terbuka lebar juga telah menyebabkan terjadinya demokratisasi otoritas keagamaan. Semua orang seolah merasa mampu untuk berbicara tentang agama, meskipun tanpa memiliki latar belakang keilmuan Islam yang kuat. Semua orang mudah mengumbar fatwa. Di era ini,  “hal-hal yang tsawabit dan mutaghayyir menjadi berubah,” tutur Muhamad Ali.

Dalam situasi ini, kata Ali, umat Islam dituntut untuk mengatur ulang kehidupan agama dan mengembangkan tajdid. Tajdid menuntut creativity, research, dan pengembangan sains dan teknologi. “Jangan sampai agama menjadi kekuatan yang disruptif, dan anti pada ilmu pengetahuan,” ujarnya. Peran inilah yang telah dipelopori oleh Kiai Ahmad Dahlan, yang pernah menyatakan, “Mula-mula, agama Islam itu cemerlang, kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah manusianya, bukan agamanya.”

Salah satu cara keagamaan yang perlu dimunculkan kembali adalah religiusitas ihsan. Menurut Muhamad Ali, ihsan memiliki tiga makna, pertama, senantiasa merasa kehadiran Allah di setiap tempat dan saat. Kedua, dalam hubungan sosial, ihsan bermakna dalam kehidupan dengan orang lain, berbuat ihsan kepada semua: orang tua, keluarga, tetangga, anak yatim, dan seterusnya. Termasuk ihsan dalam bermedia sosial. Allah mencintai orang yang berbuat ihsan dalam segala bentuknya. Ketiga, optimalisasi potensi dan kemampuan diri untuk mencapai ahsanu amala. Berbuat ihsan akan dibalas dengan ihsan.

Ihsan merupakan wujud berbuat amal yang terbaik sebagai bentuk persembahan kepada Allah. Cara yang efektif dalam mewujudkan ihsan: fokus, membuat prioritas, melakukan sesuatu secara mendalam, tidak setengah-setengah, berbuat dengan penuh konsentrasi, tidak mudah terdistraksi. Fokus ini semakna dengan term khusyu dalam perintah salat. PBB menyebut bahwa makna belajar adalah learning to be, to do, to live together. (Ribas)

Baca juga:

Khutbah Idul Fitri 1439: Puasa Membentuk Keadaban Ihsan

Idul Adha Meningkatkan Ketakwaan dan Ihsan kepada Kemanusiaan

Ihsan Dan Akhlak Mulia

Ramadhan sebagai Momentum Membangun Karakter Uswah Hasanah dan Jiwa Ihsan

Model Perilaku Dalam Muhammadiyah: Konsep Spiritualitas Ihsan (1)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement