Rabu 06 Apr 2022 16:39 WIB

Tolak RUU TPKS, PKS: Harus Didahului Pengesahan RKUHP

PKS berpandangan, tolak ukur pemidanaan RUU TPKS hanya mengandung unsur kekerasan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah massa aksi melaksanakan unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (8/3/2022). Unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional itu menuntut pemerintah untuk mewujudkan sistem perlindungan sosial yang tidak diskriminatif dan segera mengesahkan RUU TPKS yang pro terhadap korban kekerasan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa aksi melaksanakan unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (8/3/2022). Unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional itu menuntut pemerintah untuk mewujudkan sistem perlindungan sosial yang tidak diskriminatif dan segera mengesahkan RUU TPKS yang pro terhadap korban kekerasan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menolak pengambilan keputusan tingkat I terhadap rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Pasalnya, RUU tindak mengatur tindak pidana kesusilaan yang meliputi perzinahan dan penyimpangan seksual, seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

"Kami Fraksi PKS menolak RUU TPKS untuk disahkan menjadi undang-undang dan dilanjutkan ke tahap berikutnya sesuai peraturan perundang-undangan sebelum didahului pengesahan RUU KUHP," ujar anggota Baleg Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf dalam rapat pleno RUU TPKS, Rabu (6/4/2022).

Baca Juga

Fraksi PKS berpandangan, tolak ukur dasar pemidanaan dalam RUU TPKS hanya mengandung unsur kekerasannya saja. Sedangkan perbuatan seksual yang dilakukan atas suka sama suka atau sexual consent dan penyimpangan seksual belum diatur di sana.

"Terutama perzinahan laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat perkawinan sah, karena masih merujuk pasal 284 KUHP lama yang belum diubah. Serta perbuatan seksual sesama jenis oleh yang dilakukan orang dewasa, karena masih merujuk pada pasal 292 KUHP yang belum direvisi," ujar Al Muzzammil.

Ia menegaskan, pengaturan komprehensif tentang tindak pidana kesusilaan ini harus mempertimbangkan pengarusutamaan hak asasi manusia. Sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berketuhanan Yang Maha Esa.

"Artinya nilai-nilai ketuhanan yang bersumber dari hukum agama dan nilai hukum yang hidup di tengah masyarakat memiliki tempat dalam sistem norma dan perundang-undangan di Indonesia," ujar Al Muzzammil.

Diketahui, Baleg menggelar rapat pleno untuk pengambilan keputusan tingkat I terhadap rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Rapat pengambilan keputusan tersebut turut dihadiri oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.

"Apakah rancangan undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini bisa kita setujui untuk diteruskan dalam sidang paripurna untuk pembicaraan tingkat dua?" tanya Ketua Baleg Supratman Andi Agtas.

Sebanyak delapan fraksi menyatakan setuju dalam pengambilan keputusan tingkat I RUU TPKS. Anggota Baleg Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR My Esti Wijayati mengapresiasi hadirnya payung hukum yang melindungi dan memberikan keadilan bagi korban kekerasan seksual.

RUU TPKS disebut telah mengakomodasi berbagai jenis kekerasan seksual, termasuk kekerasan seksual berbasis elektronik. Menurutnya, itu merupakan bentuk payung hukum yang mempertimbangkan perkembangan zaman.

"Termasuk penghapusan atau pemutusan akses informasi elektronik yang mengandung muatan tindak pidana kekerasan seksual. Sehingga diharapkan dapat memenuhi pemenuhan hukum serta perkembangan masyarakat saat ini," ujar My Esti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement