Selasa 05 Apr 2022 16:58 WIB

Pakar Hukum Sebut Hukuman Mati untuk Herry Wirawan Penuhi Rasa Keadilan

Vonis mati pelaku perkosaan 13 santriwati dinilai tepat

Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan berjalan keluar ruangan usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung menjatuhkan vonis pidana seumur hidup kepada Herry Wirawan atas kasus pemerkosaan 13 santriwati sekaligus diminta membayar restitusi (penggantian kerugian) kepada para korban sebesar Rp331 juta. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan berjalan keluar ruangan usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022). Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung menjatuhkan vonis pidana seumur hidup kepada Herry Wirawan atas kasus pemerkosaan 13 santriwati sekaligus diminta membayar restitusi (penggantian kerugian) kepada para korban sebesar Rp331 juta. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO— Hukuman mati yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Bandung kepada Herry Wirawan (HW) selaku pelaku perkosaan 13 santriwati dinilai telah memenuhi rasa keadilan.  

Pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal SoedirmandiPurwokerto, Prof Hibnu Nugroho, melihat bahwa hakim berpandangan melompat, progresif, melompat tapi melompatnya progresif. 

Baca Juga

“Artinya apa? Walaupun dalam undang-undang, ancaman hukuman maksimal bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak itu 15 tahun penjara, tapi majelis hakim di tingkat banding menjatuhkan pidana mati seperti tuntutan jaksa di pengadilan tingkat pertama," katanya, di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (5/4/2022).

Dia mengatakan, ketentuan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak itu diatur dalam pasal 81 ayat (1) UU Nomor 17/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi UU, yakni minimal lima tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara serta denda paling banyak Rp5 miliar.

Akan tetapi jika tindak pidana itu dilakukan orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, sesuai dengan ketentuan pasal 81 ayat (2) ancaman pidananya ditambah sepertiga dari ancaman yang diatur dalam pasal 81 ayat (1).

"Jadi ada dua aspek. Satu, tuntutan jaksa terpenuhi. Dua, bahwa hakim berpikir melompat karena ini korbannya sangat luar biasa, menimbulkan efek psikis yang luar biasa, sehingga aspek pembalasan yang diutamakan agar ke depan tidak ada lagi," kata dia.

Menurut dia, vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung terhadap Wirawan pada Senin (5/4/2022) bisa untuk pembelajaran terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ke depan.

Dia mengharapkan putusan pidana mati tersebut bisa menjadi pencegahan ke depan, sehingga kasus-kasus kekerasan seksual tidak terulang kembali.

"Saya sepakat itu (vonis mati) karena bisa memberikan efek jera atau mencegah adanya pelaku-pelaku lain maupun potensi-potensi seperi itu," kata dia.

Oleh karena telah divonis mati, kata dia, pelaku perkosaan terhadap 13 perempuan santri itu tidak akan mendapatkan hukuman tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik seperti yang diatur dalam pasal 81 Ayat (7) UU Nomor 17/2016.

"Saya kira, hakim, jaksa, harus (berpikir dan bertindak secara)out of the box, sehingga masyarakat betul-betul keadilannya tercapai, keadilan terpenuhi. Kadang-kadang dari aspek hukum, keadilan tidak sampai memberikan rasa adil dalam masyarakat, kalau ini (vonis mati) saya kira memberikan keadilan," kata Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Universitas Jenderal Soedirman itu.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement