Selasa 05 Apr 2022 06:25 WIB

Pembangunan Pelabuhan Besar Kongo dan Kekhawatiran Kerusakan Alam

Pembangunan pelabuhan membuat penjaga hutan khawatir karena membahayakan alam

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Seekor tukik berhasil menetas dan keluar dari cangkangnya
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Seekor tukik berhasil menetas dan keluar dari cangkangnya

REPUBLIKA.CO.ID, BANANA - - Setiap tahun, Christian Ndombe dan penjaga taman lainnya menjelajahi pantai-pantai lepas pantai Republik Demokratik Kongo. Mereka mencari sarang penyu, membawa telur-telur itu ke pusat penetasan untuk diinkubasi selama delapan pekan.

Dengan naiknya permukaan laut dan erosi, telah menghabiskan hampir seperempat tempat bertelur penyu. Sekarang kekhawatiran baru muncul dalam bentuk pelabuhan.

Menurut pemerintah, pembangunan pelabuhan akan membuka lapangan kerja dan menurunkan biaya impor. Namun ini menimbulkan kekhawatiran para penjaga hutan karena akan semakin membahayakan penyu untuk bertelur.

"Masalah yang kita miliki saat ini adalah untuk benar-benar melindungi mereka, kita perlu melindungi pantai," kata Ndombe setelah melepaskan ratusan penyu yang baru menetas ke pantai dan menyaksikan mereka berebut ombak.

Menebarkan jaring ke laguna, nelayan Alexander Ngoma Chasa berharap untuk membeli barang-barang murah dan mendapatkan pekerjaan dengan dibangunnya Banan Port. Tapi dia khawatir tentang penyu dan hasil tangkapannya.

Banana Port akan dibangun dekat dengan perimeter Taman Laut Mangrove Kongo, sebuah cagar alam yang dilindungi oleh peraturan nasional dan internasional. Taman ini berisi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang rentan atau terancam punah, termasuk empat spesies penyu, manate, dan lumba-lumba.

Tidak jelas berapa banyak hutan bakau yang akan ditebang untuk mendukung pembangunan pelabuhan. Pengembang pelabuhan DP World Dubai belum mempublikasikan penilaian dampak lingkungan dan sosial atas lalulintas kapal-kapal besar di perairan tersebut.

"Strategi keberlanjutan memandu pendekatan kami.  Ini membantu kami untuk bekerja dengan cara yang bertanggung jawab yang memprioritaskan keberlanjutan dan dampak pada orang, komunitas, dan lingkungan tempat kami beroperasi," kata pernyataan di situs perusahaan itu.

Pihak berwenang di Institut Konservasi Alam Kongo (ICCN), lembaga pemerintah yang mengelola taman nasional Kongo, mengatakan para ahlinya tidak dikonsultasikan dengan baik oleh para pengembang. "Sejauh yang saya tahu belum ada studi tentang dampak lingkungan dan sosial. Kita perlu melihat studi ini. Sampai sekarang kita belum memilikinya," kata ketua ICCN Olivier Mushiete.

DP World bulan ini mengatakan kepada surat kabar The Guardian, bahwa mereka telah menyerahkan studi lingkungan dan dampak sosial awal kepada Badan Lingkungan Kongo, yang mengeluarkan DP World sertifikat lingkungan. "Kami akan melakukan studi dampak lingkungan lebih rinci sebelum konstruksi dimulai," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement