Senin 04 Apr 2022 19:16 WIB

BKKBN: Angka Stunting Tertinggi NTT, Terbanyak di Jawa Tengah

Kepala BKKBN menyebut angka stunting tertinggi ada di NTT, NTB, Sulteng dan Kalbar

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkap provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia. Provinsi tersebut antara lain Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan Aceh.
Foto: istimewa
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkap provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia. Provinsi tersebut antara lain Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkap provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia. Provinsi tersebut antara lain Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan Aceh.

"Ini menjadi daerah-daerah yang tentu lima besar tertinggi dari urutan tertinggi," kata Hasto di acara  Forum Merdeka Barat bertajuk "Percepatan Penanganan Stunting di Indonesia", Senin (4/4).

Hasto menyebut data tersebut berasal dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021. Sementara, untuk daerah-daerah jumlah kasus stuntingnya besar ada di daerah dengan jumlah penduduk yang besar seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan Sumatra Utara.

Ketua Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia ini mengatakan, meski persentasenya tidak tinggi, namun jumlah kasus stunting di daerah ini besar.

"Karena penduduknya pesat, sehingga kita harus juga memperhatikan wilayah yang jumlah kasusnya besar, karena penduduknya besar, contohnya Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten, Sumatra Utara," katanya.

Hasto juga mengungkap, target penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024. Sementara, angka stunting saat ini sebesar 24,4 persen turun enam persen dari tahun 2018 di angka 30,8 persen.

Menurutnya, mencermati penurunan sekitar dua persen dalam tiga tahun ini, Hasto menilai butuh tiga persen tiap tahun untuk mencapai target 14 persen.

"Tetapi kalau kita ingin menuju angka 14 persen sesuai dengan arahan Bapak Presiden di tahun 2024, maka membutuhkan paling tidak 3 persen lah, jika membutuhkan percepatan penurunan menuju 2024," kata Hasto.

Sebelumnya dalam sambutan keynote speech, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengingatkan target menurunkan angka prevalensi stunting di Indonesia masih harus terus berlanjut. Wapres mengatakan, meski selama tiga tahun terakhir angka stunting turun sekitar enam persen dari 30,8 persen pada tahun 2018 menjadi 24,4 persen tahun 2021. Namun, angka tersebut masih di atas standar WHO.

"Sementara batas toleransi yang ditetapkan WHO adalah di bawah 20 persen," kata Wapres dalam keynote speech di acara Forum Merdeka Barat, Senin (4/4).

Wapres menegaskan, komitmen Pemerintah tidak berhenti dengan capaian saat ini. Pemerintah telah menargetkan angka stunting dapat ditekan hingga 14 persen pada 2024.

Karena itu, telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Perpres ini kata Kiai Ma'ruf, memberikan penguatan pada beberapa aspek pokok dalam penanganan stunting mulai dari aspek kelembagaan, aspek intervensi, dan aspek pemantauan dan evaluasi.

"Untuk aspek kelembagaan. Perpres 72/2021 secara tegas meminta dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan desa/kelurahan," kata Kiai Ma'ruf.

Kedua, aspek intervensi, yaitu intervensi spesifik dan sensitif atas kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Intervensi prioritas didasarkan pada bukti ilmiah, yang implementasinya melibatkan 10 kementerian dan lembaga, dan secara bertahap dilaksanakan juga di tingkat daerah.

Perpres juga mengamanatkan untuk menggunakan pendekatan keluarga dalam pelaksanaan program, guna memastikan seluruh intervensi diterima oleh keluarga sasaran prioritas.

"Ketiga, aspek pemantauan dan evaluasi. Perpres memandatkan pembangunan suatu sistem pemantauan yang terintegrasi, sehingga perkembangan pelaksanaan program dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan akurat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement