Orang tak Makan Saat Ngabuburit, Mengapa Tetap Ada Risiko Penularan Covid-19?

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Reiny Dwinanda

Senin 04 Apr 2022 19:16 WIB

Sejumlah warga berfoto saat mengunjungi Jembatan Penyeberangan Orang dan Sepeda Pinisi di kawasan Sudirman, Jakarta, Ahad (3/4/2022). Jembatan penyeberangan yang menyajikan pemandangan lanskap gedung-gedung perkotaan tersebut menjadi salah satu destinasi alternatif untuk ngabuburit bagi masyarakat ibukota pada bulan Ramadhan 1443 Hijriah. Foto: Republika/Putra M. Akbar Sejumlah warga berfoto saat mengunjungi Jembatan Penyeberangan Orang dan Sepeda Pinisi di kawasan Sudirman, Jakarta, Ahad (3/4/2022). Jembatan penyeberangan yang menyajikan pemandangan lanskap gedung-gedung perkotaan tersebut menjadi salah satu destinasi alternatif untuk ngabuburit bagi masyarakat ibukota pada bulan Ramadhan 1443 Hijriah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ngabuburit sudah menjadi tradisi masyarakat sepanjang bulan Ramadhan. Di tengah pandemi, apakah penularan Covid-19 berpotensi terjadi di kegiatan menunggu waktu berbuka puasa itu?

"Kalau bicara potensi penyebaran virus saat ngabuburit, sebenarnya orang-orang kan tidak makan dan minum saat ngabuburit, namun mereka berkerumun, ini yang tidak boleh terjadi," ujar epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/4/2022).

Baca Juga

Dicky menyebut, adanya pelonggaran-pelonggaran level pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) saat ini membuat aktivitas ngabuburit banyak terjadi. Ia berpendapat, sebenarnya orang boleh jalan-jalan, tetapi yang harus dikurangi adalah aktivitas terlokalisir, tak boleh ada kerumunan.

Di sisi lain, ngabuburit biasanya berlangsung tanpa pengaturan. Oleh karena itu, Dicky merekomendasikan agar masyarakat ngabuburit di tempat yang lebih aman, yaitu di tempat luas atau di luar ruangan, dengan tetap memakai masker.