Senin 04 Apr 2022 13:22 WIB

Dilaporkan ke Presiden, KPK Bersikeras TWK Konstitusional

Padahal, Ombudsman telah menemukan sejumlah maladministrasi dalam proses pelaksanaan

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sah secara hukum alias konstitusional dan taat prosedur. Hal tersebut disampaikan setelah Ombudsman melaporkan KPK ke presiden dan DPR terkait TWK.

KPK menekankan, bahwa pengalihan status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah melalui tahapan yang sesuai landasan hukum. Ali mengatakan, mekanisme proses alih status pegawai yang telah dilantik per 1 Juni tahun lalu itu juga telah melibatkan instansi yang memiliki kewenangan dan kompetensi dalam hal tersebut.

"Proses ini juga telah diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai institusi yang punya kewenangan dalam pengujian UU," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Senin (4/4/2022).

Dia mengatakan, MK menyatakan dengan tegas bahwa TWK pegawai KPK dalam proses pengalihan status menjadi ASN adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dia melanjutkan, hal serupa juga telah dinyatakan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Informasi Pusat (KIP).

 

Ali mengatakan, MA telah menilai bahwa desain pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN sudah mengikuti ketentuan dalam UU nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya. Sedangkan KIP memberikan putusan terkait sengketa informasi terkait proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN ini.

Dia mengungkapkan, putusan KIP menguatkan bahwa pengelolaan data dan informasi yang dilakukan KPK terkait proses pengalihan pegawainya menjadi ASN telah taat prosedur dan sesuai koridor pengelolaan informasi publik. "KPK berharap seluruh pihak menghormati keputusan-keputusan tersebut, sekaligus menunggu proses pengujian yang sedang berlangsung di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," katanya.

Laporan kepada presiden dan DPR dilakukan lantaran rekomendasi Ombudsman terkait TWK tidak dilakukan oleh KPK. Dalam laporannya, Ombudsman meminta Presiden Joko Widodo memberi sanksi kepada pimpinan KPK yakni Firli Bahuri dan kolega serta Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) Bima Haria Wibisana.

Padahal, Ombudsman telah menemukan sejumlah maladministrasi dalam proses pelaksanaan TWK. Begitu juga dengan pelanggaran HAM yang telah ditemukan Komnas Ham terkait proses pengalihan status kepegawaian dimaksud.

Surat kepada Presiden Joko Widodo dan DPR itu dibuat pada pada 29 Maret 2022. Surat tersebut dibubuhi tanda tangan Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih.

Dalam suratnya, Ombudsman juga menjelaskan bahwa sebagai penyelenggara negara sudah seharusnya, baik pimpinan KPK maupun Kepala BKN mematuhi hukum. Namun, karena keduanya mengabaikan rekomendasi ombudsman yang mengacu pada Pasal 39 UU Nomor 37 Tahun 2008, serta merujuk pada Pasal 36 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 54 ayat (5), dan ayat (7) beserta penjelasannya dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka keduanya harus diberi sanksi. Adapun, sanksi maksimal yang bisa dijatuhkan adalah pembebasan jabatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement