Penyintas Gempa dan Likuefaksi Palu Empat Kali Jalani Ramadhan di Huntara

Red: Ani Nursalikah

Ahad 03 Apr 2022 21:31 WIB

Seorang peternak melintas di dekat sebuah rumah yang didirikan di lokasi bekas likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (26/11/2020). Meskipun pemerintah setempat melarrang membangun di zona merah bencana tersebut, namun sejumlah warga nekad mendirikan rumah di kawasan itu karena hingga dua tahun pascabencana belum mendapat kepastian tentang hunian tetap yang dijanjikan. Penyintas Gempa dan Likuefaksi Palu Empat Kali Jalani Ramadhan di Huntara Foto: BASRI MARZUKI/ANTARA Seorang peternak melintas di dekat sebuah rumah yang didirikan di lokasi bekas likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (26/11/2020). Meskipun pemerintah setempat melarrang membangun di zona merah bencana tersebut, namun sejumlah warga nekad mendirikan rumah di kawasan itu karena hingga dua tahun pascabencana belum mendapat kepastian tentang hunian tetap yang dijanjikan. Penyintas Gempa dan Likuefaksi Palu Empat Kali Jalani Ramadhan di Huntara

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Penyintas bencana alam gempa bumi dan likuefaksi di Kelurahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah empat kali menjalani puasa Ramadhan di bilik hunian sementara (huntara) di lokasi pengungsian yang disediakan pemerintah.

"Puasa Ramadhan tahun ini menjadi yang ke empat dijalani oleh penyintas di huntara sejak 2019," ucap salah satu penyintas likuefaksi Petobo Moh Ari S, Ahad (3/4/2022).

Baca Juga

Data Pemerintah Kelurahan Petobo menyebutkan sekitar 874 kepala keluarga penyintas gempa dan likuefaksi di daerah tersebut hingga kini masih menempati bilik hunian sementara.

Penyintas gempa dan likuefaksi mulai menempati bilik huntara sejak 2019. Bilik huntara itu dibangun oleh pemerintah yang saat itu dalam status tanggap darurat bencana, diikutkan dengan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa dan likuefaksi di wilayah Sulteng.

Kini bilik huntara yang dindingnya menggunakan kalsiboard mulai lapuk dan rusak. Bahkan lantai bilik huntara yang menggunakan multiplek juga telah lapuk dan rusak sehingga harus diganti.

Moh Ari S yang juga pengurus Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kelurahan Petobo mengemukakan empat kali warga Petobo menjalani puasa Ramadhan di bilik huntara. Menurutnya, ini merupakan cerminan dari lambannya pemerintah melakukan penanganan pemulihan warga terdampak bencana 2018.

"Karena, jika pemerintah serius dan menjadikan pemulihan warga sebagai arus utama pembangunan, maka tentu penyintas tidak akan mungkin berlama-lama tempati hunian sementara. Tapi faktanya, hingga tahun ini yang merupakan tahun ke empat pascagempa dan likuefaksi Petobo, warga masih tinggal di huntara," ujarnya.