Jumat 01 Apr 2022 15:05 WIB

Pakar: Skema Urun Dana Rakyat untuk Bangun IKN Terlalu Utopis

Dimensi perencanaan pembangunan IKN Nusantara dinilai lemah.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andri Saubani
Presiden Jokowi bersama di lokasi tempat berkemah di kawasan Ibu Kota Negara Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3).
Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi bersama di lokasi tempat berkemah di kawasan Ibu Kota Negara Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Airlangga (Unair), Gitadi Tegas Supramudyo menyoroti isu penerapan skema urun dana atau crowdfunding dari rakyat untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Menurutnya, wajar jika isu skema tersebut mengejutkan masyarakat, karena grand design sumber dana pembangunan IKN yang belum jelas.

“Kebutuhan anggaran untuk pembangunan IKN adalah Rp 466 triliun, hanya didukung APBN 20 persen. Artinya, 80 persen setara Rp 377 triliun berasal dari sumber lain yaitu non-APBN,” kata Gitadi, Jumat (1/4/2022).

Baca Juga

Gitadi menyatakan, sampai saat ini pemerintah hanya mengumumkan secara detail sumber dana pembangunan IKN dari sisi komponen APBN. Pemerintah belum menjelaskan secara detail komposisi sumber dana pembangunan IKN dari non-APBN. Hal ini mengindikasikan lemahnya dimensi perencanaan pembangunan IKN.

Jika dilihat secara komprehensif dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, utang negara, dan khususnya faktor yang mendesak terhadap adanya IKN, Gitadi menilai sumber dana untuk pembangunan IKN dari non-APBN adalah beban yang sangat berat.

“Mencari 80 persen yaitu sekitar Rp 377 triliun rasanya terlalu utopis,” ujar Gitadi.

Skema urun dana dari rakyat untuk pembangunan IKN menjadi rencana pemerintah dalam memenuhi salah satu sumber dana pembangunan IKN dari non-APBN. Akan tetapi, kata Gitadi, skema urun dana dari rakyat ini bisa saja tidak memenuhi target, sehingga kekhawatiran berkaitan dengan adanya kemungkinan oversimplified dan overconfidence oleh pemerintah pun timbul.

“Pemerintah berpikir seandainya 20 persen saja masyarakat Indonesia akan menyumbang, maka akan didapat dana yang besar,” kata Gitadi.

Tidak tercapainya target urun dana dari rakyat, lanjut Gitadi, bisa berpengaruh dan bisa tidak terlalu  berpengaruh, tergantung proporsinya. Apalagi sampai saat ini tidak diketahui secara detail komposisi sumber dana non-APBN untuk pembangunan IKN.

Gitadi menyarankan agar skema sumber dana pembangunan IKN dari kerja sama lebih dikedepankan. Meskipun biasanya akan berdampak pada posisi tawar terhadap pihak kedua, khususnya dalam policy making.

Apalagi, kata dia, jika mengandalkan sumbangan sektor privat yang sebagian besar biasanya meminta kompensasi langsung maupun tidak langsung dalam berbagai bentuk. “Terkait dengan dana dari masyarakat, sebaiknya kecil saja mengingat pengalaman crowdfunding di masa lalu,” ujar Gitadi.

Sebelumnya, Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara Bambang Susantono menyampaikan, proses pembangunan Ibu Kota Nusantara membutuhkan waktu yang panjang hingga 20 tahun ke depan. Untuk mewujudkan pembangunan ibu kota negara ini, kata dia, membutuhkan dukungan pembiayaan dari berbagai elemen masyarakat.

“Ini tentu saja membutuhkan support pembiayaan dari berbagai elemen masyarakat. Kalau kita lihat UU-nya kan ada dana yang didapat dari pemerintah melalui APBN, APBD, ataupun KPBU, dan juga dari masyarakat sendiri,” kata Bambang dalam keterangannya didampingi Wakil Kepala Otorita IKN Donny Rahajoe di Istana Merdeka, Jakarta usai bertemu Presiden Jokowi, Selasa (29/3/2022).

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement