Kamis 31 Mar 2022 05:52 WIB

Pengamat: Jika Pertamax Naik, Pengguna Berpotensi Buru Pertalite

Pertamina masih menahan kenaikan harga Pertamax.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax ke salah satu kendaraan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (30/3/2022). Komisi VI DPR RI mendukung penyesuaian harga BBM non subsidi mengikuti harga keekonomian minyak dunia untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina dalam menjalani penugasan pemerintah.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Seorang petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax ke salah satu kendaraan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (30/3/2022). Komisi VI DPR RI mendukung penyesuaian harga BBM non subsidi mengikuti harga keekonomian minyak dunia untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina dalam menjalani penugasan pemerintah.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga minyak dunia memaksa PT Pertamina (Persero) perlu menaikan harga jual bahan bakar minyak khususnya Pertamax. Sayangnya, jika harga jual Pertamax naik maka terbuka potensi perpindahan konsumsi masyarakat ke Pertalite.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Muhammad Faisal menilai, di tengah harga minyak dunia yang sedang tinggi memang menggerus keuangan Pertamina, jika tidak ada penyesuaian harga jual BBM. Hal ini nantinya juga akan berdampak pada APBN.

Baca Juga

Namun, Faisal menilai apabila pemerintah memberi restu kepada Pertamina untuk menaikan harga Pertamax, artinya potensi shifting konsumsi masyarakat akan terjadi. "Jika Pertamax harganya naik dan gap harganya jauh, maka ada potensi shifting konsumsi ke Pertalite," ujar Faisal kepada Republika, Rabu (30/3/2022).

Pasalnya, saat ini saja Pertalite sudah ditetapkan pemerintah sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang mana ditetapkan kuota penyalurannya sebanyak 23,5 juta KL pada 2022. Dengan potensi shifting konsumsi dan keterbatasan penyaluran Pertalite, ada potensi kelangkaan BBM.

"Ya memang saat ini jika memang Pertamax mau naik harganya, kuota penyaluran Pertalite memang harus ditambah. Apalagi prilaku shifting konsumen adalah sesuatu yang tidak bisa dikontrol," ujar Faisal.

Sampai detik ini, PT Pertamina (Persero) masih menahan harga Pertamax. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, mengimbau masyarakat untuk bisa memilih BBM berkualitas baik untuk bisa mengurangi emisi global. Jika memang pertamina mendapat lampu hijau dari pemerintah untuk menaikan harga Pertamax, Irto mengimbau masyarakat tidak kemudian memburu Pertalite.

"Kami mengimbau masyarakat pengguna pertamax untuk tetap menggunakan BBM non subsidi," ujar Irto kepada Republika.

Merujuk data Kementerian ESDM, Pertalite resmi menjadi barang subsidi per 10 Maret 2022. Pemerintah menjatahkan23,05 juta KL Pertalite yang disalurkan ke masyarakat. Sayangnya, overkuota sudah terjadi. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan realisasi serapan Pertalite sejak Januari 2022 hingga Februari 2022 mencapai angka 4,2 juta KL atau lebih 18,5 persen dari kuota bulan Februari.

Ia bahkan memprediksi bahwa hingga akhir tahun nanti konsumsi Pertalite bisa mencapai 26,5 juta KL."Estimasi overkuota 15 persen (26,5 juta KL) dari kuota yang ditetapkan (23,05 juta KL)," ujar Tutuka.

Kepala BPH Migas Kementerian ESDM, Erika Retnowati menjelaskan saat ini stok Pertalite berada di angka 1,15 juta KL. Erika menjelaskan, dengan stok tersebut ketahanan energi mencapai 15,7 hari. "Saat ini stok Pertalite dalam posisi aman, meski secara penyaluran sudah melebihi dari kuota yang ditetapkan," ujar Erika.

Baca juga : Kemenkeu Masih Kaji Tambahan Anggaran Subsidi Pertalite dan Solar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement