Rabu 30 Mar 2022 23:45 WIB

Jerman Beri Peringatan Dini Soal Pasokan Gas

Rusia memaksa agar semua gas dibayarkan melalui mata uang Rusia, rubel.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Petugas bekerja di antara pipa gas Nord Stream 2 di Lubmin, Jerman Utara, Selasa (15/2/2022). Nord Stream 2 adalah pipa gas alam sepanjan 1.230 kilometer di bawah Laut Baltik, membentang dari Rusia ke pantai Baltik, Jerman.
Foto: AP Photo/Michael Sohn
Petugas bekerja di antara pipa gas Nord Stream 2 di Lubmin, Jerman Utara, Selasa (15/2/2022). Nord Stream 2 adalah pipa gas alam sepanjan 1.230 kilometer di bawah Laut Baltik, membentang dari Rusia ke pantai Baltik, Jerman.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan ia memicu peringatan dini atas pasokan gas di tengah upaya Rusia memaksa agar semua gas dibayarkan melalui mata uang Rusia, rubel.

Pada Rabu (30/3/2022) pada wartawan, Habeck mengatakan terdapat tiga tingkat peringatan. Ia sudah menyalakan peringatan pertama. Kementeriannya sudah membentuk tim krisis yang akan memantau situasi pasokan gas.

Habeck mengatakan tindakan ini diambil setelah Moskow tetap memberlakukan syarat pembayaran gas dengan rubel. Walaupun negara-negara kaya yang tergabung dalam Group of Seven menolaknya. Ia mengatakan cadangan gas Jerman saat ini terisi sekitar 25 persen dari kapasitasnya.

Pada 23 Maret lalu Presiden Vladimir Putin mengumumkan Rusia hanya akan menerima mata uang rubel untuk pembayaran gas dari "negara-negara tidak bersahabat" termasuk semua negara anggota Uni Eropa. Langkah yang diambil setelah Rusia menerima banyak sanksi atas invasi ke Ukraina.

"Saya telah memutuskan untuk mengimplementasikan serangkaian kebijakan pada pembayaran untuk pasokan gas kami ke negara-negara tak bersahabat ke rubel Rusia," kata Putin dalam rapat pemerintah yang disiarkan televisi seperti dikutip Alarabiya.

Saat itu ia memerintahkan agar perubahan ini segera diimplementasikan dalam waktu satu pekan. Artinya mulai berlaku pada Rabu ini. Putin mengatakan Rusia akan berhenti menerima pembayaran dengan mata uang lain yang selama ini telah "dikompromikan."

"Rusia akan terus memasok gas dalam volume yang telah ditetapkan dalam kontrak sebelumnya," kata Putin.

Pakar menilai dampak keputusan tersebut cukup besar. Rusia merupakan salah satu eksportir gas terbesar di dunia selain Qatar, Amerika Serikat (AS) dan Australia. Surat kabar al Monitor melaporkan sejumlah negara Eropa sudah mempertimbangkan untuk mendapatkan gas dari Qatar dalam merespon perang di Ukraina.

Pada Selasa (21/3) pekan lalu Oilprice.com melaporkan Jerman akan mulai mengambil gas dari Qatar setelah negara-negara Teluk meningkatkan paskannya. Ini bukan pertama kalinya Eropa mempertimbangkan untuk mengambil pasokan dari Qatar.

Pada bulan Januari lalu AS sudah mencoba membujuk Qatar untuk mempertimbangkan mengirim lebih banyak gas ke Qatar. Saat al-Monitor melaporkan para pengamat menilai rencana itu akan melibatkan pengiriman gas dengan kapal dan menunda pengiriman pasokan konsumen Qatar di Asia.  

Keputusan Putin ini salah satu dari beberapa cara yang dapat mengancam supremasi dolar AS. Arab Saudi juga dikabarkan akan menerima pembayaran minyak dari Cina dengan yuan. n Lintar Satria/AP

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement