Rabu 30 Mar 2022 10:22 WIB

Yogyakarta Waspadai Minyak Goreng Curah Dijadikan Kemasan

Saat ini banyak muncul berbagai merek minyak kemasan di pasaran Yogyakarta.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Nur Aini
Pekerja mengontrol kualitas kemasan minyak goreng di dalam pabrik pengolahan minyak kelapa sawit, ilustrasi. Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Yogyakarta mewaspadai adanya pihak-pihak yang mengemas ulang (repacker) minyak goreng (migor) curah menjadi kemasan.
Foto: Antara/Aji Styawan
Pekerja mengontrol kualitas kemasan minyak goreng di dalam pabrik pengolahan minyak kelapa sawit, ilustrasi. Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Yogyakarta mewaspadai adanya pihak-pihak yang mengemas ulang (repacker) minyak goreng (migor) curah menjadi kemasan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Yogyakarta mewaspadai adanya pihak-pihak yang mengemas ulang (repacker) minyak goreng (migor) curah menjadi kemasan. Pasalnya, saat ini banyak muncul berbagai merek minyak kemasan di pasaran.

Kepala Bidang Ketersediaan Pengawasan dan Pengendalian Perdagangan Disdag Kota Yogyakarta, Sri Riswanti mengatakan, saat ini ketersediaan migor curah masih langka di Kota Yogyakarta. Hal ini berbanding terbalik dengan migor kemasan yang tersedia melimpah di pasaran

Baca Juga

"Dikhawatirkan misalnya ada ketakutan dari repacker-repacker yang kemudian harusnya penjualan curah lancar, justru sekarang terkemas menjadi kemasan, ini yang harus kita pantau juga," kata Sri di Balai Kota Yogyakarta, Selasa (29/3/2022).

Pihaknya mewaspadai adanya pengemasan ulang migor curah ini menjadi kemasan yang tidak diiringi dengan pengawasan. Sebab, dengan dikemas harga migor curah akan lebih tinggi mengingat harga migor kemasan saat ini sudah tidak diatur pemerintah dan dilepas sesuai harga pasar tertinggi atau harga keekonomian.

"Apakah migor kemasan yang sekarang mereknya bermacam-macam di masyarakat ini memang sudah ada standar SNI, sudah punya izin edar dan ini yang harus kita pantau. Saya rasa ini tugas kita bersama ketika migor curah yang sekarang langka itu kemana," ujarnya.

Meskipun begitu, kata Sri, pemerintah ingin memberlakukan kebijakan larangan peredaran migor curah. Namun, kebijakan itu terus diundur bahkan hingga 14 tahun lamanya.

Larangan peredaran migor curah dinilai Sri sebagai upaya dalam perlindungan konsumen. Sebab, pada migor kemasan konsumen akan mendapatkan informasi yang jelas seperti tanggal kedaluwarsa, kandungan nutrisi dan memiliki SNI.

"Karena curah ini dalam tanda petik pendistribusiannya dalam tangki-tangki yang tidak terjamin kebersihannya. Kalau sudah dikemas itu kan sudah ada terstandar SNI, harus ada logo packer-nya, netto-nya, expired date, kandungan nutrisinya. Ini upaya-upaya untuk melakukan perlindungan terhadap konsumen," kata Sri.

Sri mengatakan pihaknya berharap bahwa migor curah dapat dikemas menjadi kemasan. Tentunya, pengemasan itu harus disertai legalitas dan pengawasan lebih lanjut dari pemerintah dan pihak terkait lainnya.

"Tujuan awal pemerintah melarang peredaran migor curah, tapi bukan menjadikan migor langka seperti ini. Nanti harapan kami peredaran minyak kalau perlu diatur migor curah terkemas harganya HET-nya berapa, kan migor ada bermacam-macam kualitas. Ada yang premium, karena proses pembuatan migor ini juga bermacam-macam, ada yang tujuh kali penyaringan, ada yang empat kali, tidak bisa harganya dipukul rata," ujarnya.

Sri menyebut, di Kota Yogyakarta sendiri tidak memiliki pabrik maupun repacker untuk migor ini. Ada pun dua distributor besar migor, namun keduanya dalam pengawasan pemerintah.

"Kota Yogya tidak punya repacker, tidak punya pabrik. Distributor pun sekelas agen hanya ada dua, di Kotagede dan Pojok Beteng Kulon dan itu semua dalam pengawasan dan pemantauan," kata Sri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement