Selasa 29 Mar 2022 21:05 WIB

PM Solomon Merasa Terhina Kerja Sama dengan China Dikritik

PM Solomon mengatakan kritikan atas kerja sama dengan China sangat menghina

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare (kiri) mengatakan kritikan atas kerja sama negaranya dengan China
Foto: Thomas Peter/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare (kiri) mengatakan kritikan atas kerja sama negaranya dengan China "sangat menghina".

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasseh Sogavare mengatakan kritikan atas kerja sama negaranya dengan China "sangat menghina". Dalam pernyataan pertamanya tentang kerja sama itu ia mengatakan perjanjian sudah final.

Pada Parlemen, Sogavare mengatakan dokumen perjanjian keamanan dengan China yang bocor merupakan rancangan. Ia tidak memberikan detail tentang isi kesepakatan tersebut.

Baca Juga

"Kami tidak ditekan dengan cara apa pun oleh teman-teman baru kami dan tidak ada niat untuk meminta Cina membangun pangkalan militer di Kepulauan Solomon," kata Sogavare, Selasa (29/3).

Pada tahun 2019 lalu Kepulauan Solomon mengubah arah diplomasinya dengan mengakui Taiwan bagian dari Cina. Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat (AS) mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai pakta kerjasama Kepulauan Solomon dan China.

Pasalnya rancangan perjanjian yang bocor mengungkapkan kemungkinan berlayarnya kapal Angkatan Laut Cina di negara Pasifik tersebut. Pada Senin (28/3) Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan kesepakatan tersebut "berpotensi memiliterisasi kawasan."

Menteri Pertahanan Australia  Peter Dutton mengatakan Canberra khawatir bila perjanjian itu mengarah dibangunnya pangkalan militer Cina di Pasifik. Di parlemen, Sogavare mengkritik keras pernyataan pemerintah negara-negara Barat tersebut.

Ia mengatakan negara-negara kaya tidak peduli pulau-pulau Pasifik tenggelam karena perubahan iklim dan menganggap kawasan itu sebagai "halaman belakang negara-negara Barat." Ia juga membantah klaim oposisi bahwa perjanjian keamanan dengan Cina akan mengarah pada pemerintahan otoriter.  

Media melaporkan Sogavare ingin menangguhkan pemilihan nasional yang dijadwalkan 2023. Di hadapan parlemen Senin kemarin Gubernur Jenderal David Vunagi mengatakan pemilihan hanya dapat ditunda dengan perubahan konstitusi. Ia mengatakan amandemen sudah disetujui parlemen.

Kerusuhan bulan November lalu yang menewaskan empat orang dan menghilangkan 1.000 lapangan pekerjaan memicu unjuk rasa anti-pemerintah. Australia segera memberi bantuan polisi pada Sogavare untuk mengembalikan ketertiban berdasarkan kerjasama keamanan 2017 lalu. Selandia Baru, Fiji dan Papua Nugini juga mengirimkan polisi.

Oposisi menuduh Sogavare menggunakan kerjasama kepolisian dan perjanjian keamanan yang baru dengan Cina untuk menopang kekuasaannya. Sogavare mengatakan dalam kerusuhan tahun lalu Chinatown dibakar habis dan mengancam infrastruktur olahraga yang dibangun untuk ajang olahraga negara-negara Pasifik 2023.

Ia mengatakan infrastruktur yang diberikan Cina pada Kepulauan Solomon harus dilindungi. Beijing membangun tujuh stadion di negara Pasifik tersebut.

"Bila tidak ada negara yang memiliki selera politik untuk melakukannya kami harus memiliki perjanjian alternatif," katanya.

Rancangan dokumen yang bocor mengungkapkan perjanjian keamanan dengan Cina mencakup polisi bersenjata dan militer melindungi proyek-proyek Cina. Sogavare membantu kehadiran Cina akan menimbulkan ancaman keamanan di kawasan.

Ia mengatakan kepulauan Pasifik tidak akan "memilih pihak" yang dibela. Perjanjian keamanan dengan Australia tetap berjalan.

Sogavare mengatakan ia sudah mengirimkan pesan tertulis pada Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengenai hal ini dan mengirimkan surat pada Selasa pagi. Ia juga menjelaskan posisi Kepulauan Solomon pada Forum Kepulauan Pasifik, kelompok negara-negara Pasifik.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement