Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image thomi thomas

Media Sosial dan Eksistensi Manusia Ala Sartre

Guru Menulis | Tuesday, 29 Mar 2022, 11:24 WIB
Sumber : https://www.redaksi24.com/ini-dia-empat-medsos-paling-populer-di-indonesia/

“Manusia ditentukan oleh eksistensinya bukan esensinya”

Jean Paul Sartre

Melongok peranan media sosial dalam beberapa waktu terakhir, kita mungkin saling sepakat bahwa media sosial tidak hanya sebatas peranti semu dunia maya. Sebaliknya, media sosial telah benar-benar menjadi bagian hidup masyarakat kita yang amat lekat bahkan mulai menyatu sebagai bagian dunia nyata. Riset tahun 2021 menunjukkan pengguna media sosial di Tanah Air telah mencapai 170 juta atau 61,8% dari populasi manusia di Indonesia. Lebih lanjut, media sosial yang paling digemari masyarakat kita adalah Youtube, WhatssApp, Instagram, dan Twitter. Sebuah stastistik menarik dan cukup spektakuler tentunya untuk kita semua.

Perkembangan media sosial yang apik di Tanah Air rupanya diiringi dengan beragam masalah yang mengikuti. Bukan rahasia umum bagi kita, media sosial seringkali menimbulkan bentrokan-bentrokan argumen, saling mencaci, dan menimbulkan ruang publik penuh intrik. Lebih parahnya lagi, fenomena-fenomena tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam saja tetapi juga banyak tokoh publik seringkali menjadi pelaku perilaku kurang etis di media sosial. Banyak kaum terpelajar seperti akademis, artis, ahli agama, tokoh politik yang terjerembab arus tindakan kurang etis melalui media sosial entah lewat cuitan, status, dan penggalan video yang menimbulkan kontroversi.

Kita semua mungkin bertanya-tanya sebenarnya kenapa fenomena seperti ini tidak kunjung reda? Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah orang-orang yang terlibat dalam pusaran tindakan kurang etis ini (entah penyebar, pelaku, dsb) telah menyadari hal yang mereka perbuat dan mereka lakukan? Melihat fenomena ini, saya teringat sosok Sartre secara sekilas. Sartre merupakan tokoh eksistensialisme yang cukup ternama. Dalam doktrin yang dia berikan tentang eksistensialisme, Sartre pernah berujar bahwa manusia ditentukan oleh eksistensinya bukan esensinya. Eksistensi manusia bersumber dari segala macam tindakan dan segala macam pilihan yang dia lakukan.

Prinsip di atas agaknya tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat kita dalam bermedia sosial. Apa yang mereka lakukan, mereka hasilkan, mereka bagikan di media sosial merupakan sebuah eksistensi yang mereka bentuk untuk diri mereka sendiri. Lebih-lebih, seorang yang mempunyai status di mata publik seharusnya memahami prinsip sederhana ini dalam bermedia sosial. Hal yang mengkhawatirkan adalah fenomena-fenomena semacam ini dapat menggerus eksistensi jati diri kita sebagai masyarakat yang katanya terkenal ramah, sopan, dan beretika. Tanpa kita sadari, media sosial pelan-pelan dapat menghadirkan eksistensi negatif bagi jati diri kita.

Barangkali, sudah banyak solusi yang kit abaca untuk mengatasi persoalan ini. Namun, saya tertarik tentang pemikiran Sartre dalam membangun eksistensi pada diri manusia melalui dua poin utama yaitu kesadara pra-reflektif dan kesadaran reflektif. Kesadaran pra-reflektif adalah kesadaran yang hanya terfokus pada objek semata tanpa adanya refleksi. Mayoritas masyarakat kita hanya berfokus pada kesadaran demikian. Mereka hanya fokus pada media sosial untuk sebatas unggah status, curhat, upload foto, membuat pernyataan pada publik, tanpa diimbangi aspek refeksi.

Kesadaran berikutnya adalah kesadaran refleksi. Artinya, kita merefleksikan ulang hal yang kita sadari. Kesadaran penuh kecerdasan menurut saya. Dalam bermedia sosial, kita memerlukan kesadaran semacam ini. Kita perlu senantiasa menyadari kembali apa yang hendak kita tuliskan, apa yang hendak kita sampaikan, apa yang hendak kita bagikan. Hal penting ini merupakan elemen dasar yang perlu dihidupi oleh siapa saja dalam bermedia sosial.

Media sosial sebagai wahana eksistensi manusia memang tidak bisa kita bantah. Media sosial memungkinkan membuat individu, masyarakat, bangsa menjadi siapa saja seturut kehendak mereka. Namun, kesadaran bereksistensi dan menghadirkan eksistensi secara positif, bijaksana, dan meminimalkan beragam kegaduhan amat perlu kita lakukan. Sekian.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image