Selasa 29 Mar 2022 07:50 WIB

Jual Solar Subsidi, Pertamina Nombok Rp 7.200 per Liter

Pertamina meminta pemerintah segera melakukan langkah strategis.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Petugas melayani pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) solar di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Madiun, Jawa Timur, (ilustrasi).
Foto: Antara/Siswowidodo
Petugas melayani pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) solar di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Madiun, Jawa Timur, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) tak ingin sendirian menelan pil pahit kenaikan harga minyak dunia yang berimbas pada harga jual BBM ke masyarakat. Khususnya barang subsidi, Pertamina meminta pemerintah segera melakukan langkah strategis.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan saat ini selisih harga jual solar subsidi dengan harga keekonomiannya mencapai Rp 7.800 per liter. Sayangnya, APBN hanya menetapkan Rp 500 per liter untuk subsidi solar. "Yang disubsidi pemerintah itu fix hanya Rp 500 per liter. Sisanya dibayarkan melalui kompensasi yang penuh ketidakpastian," ujar Nicke dalam RDP di Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2022) lalu.

Baca Juga

Oleh karena itu, karena Pertamina juga belum boleh menaikan harga jual BBM ditengah tingginya harga minyak, Nicke menjelaskan harus merogoh kocek untuk bisa menutup selisih harga jual solar dengan harga keekonomian. "Ya Pertamina tetap mengeluarkan uang dulu dan ini berpengaruh pada cashflow perusahaan," ujar Nicke.

Lagipula, kata Nicke saat ini payung hukum yang melingkupi penyaluran BBM bersubsidi juga tidak bisa bertindak tegas dan tidak bisa memberikan solusi dari penyaluran subsidi.

 

Kata Nicke, jebolnya anggaran subsidi dari tahun ke tahun diakui karena distribusinya tidak tepat sasaran. Apalagi, anggaran yang jebol tersebut juga tidak kemudian dirasakan masyarakat yang benar benar membutuhkan, karena di lapangan stok barang subsidi diserap orang yang tidak berhak.

Nicke menilai ketika gap harga antara BBM subsidi dengan BBM non subsidi besar, maka tidak bisa dipungkiri shifting konsumsi akan terjadi. Kondisi subsidi yang kerap jebol ini diakui Nicke akan menjadi beban APBN.

"Tapi kan hari ini subsidinya nggak tepat sasaran. Makanya hari ini jadi masalah. Solusi permanennya, sebaiknya memang subsidi langsung. Sehingga tepat sasaran," ujar Nicke.

Nicke juga menjelaskan seperti hari ini dimana harga minyak sedang naik, maka disatu sisi pemerintah menjaga harga jual BBM. Sayangnya, kondisi ini tidak bisa terus menerus dilakukan.

"Begitu subsidi barang, ya jadi ada gap. Jadinya hari ini. Harga jual sekarang sepertiga dari harga market. Kami tahu untuk kesana, tantangannya besar. Tapi kalau mau tepat sasaran dan nggak nambah beban masyarakat ya solusinya itu," ujar Nicke.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement