Ahad 27 Mar 2022 13:19 WIB

Ini Kata Pengamat Soal Guru Viral Pak Ribut Dipanggil Kadisidik

Materi aja kaum Sodom merupakan isu sensitif sehingga menimbulkan pro dan kontra.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Agus Yulianto
 Pengamat Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah
Foto: Dok Republika
Pengamat Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah, Jejen Musfah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sosial media dihebohkan oleh guru sekolah dasar (SD) bernama Pak Ribut. Dia menjadi viral lantaran konten video TikTok-nya yang terlihat sedang mengajar soal kaum Sodom kepada siswanya.

Setelah viral, diketahui Pak Ribut dipanggil oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lumajang terkait aduan masyarakat soal video tersebut. Pengamat Pendidikan dari UIN Jakarta Jejen Musfah mengatakan, sepanjang materi yang diajarkan ada dalam buku ajar, itu tidak menjadi masalah. Termasuk cara menyampaikan materi itu kepada anak-anak.

“Masalahnya, isu ini merupakan isu sensitif sehingga menimbulkan pro dan kontra,” kata Jejen kepada Republika.co.id, Ahad (27/3/2022). 

Menurut Jejen, anak-anak harus diberi pemahaman tentang pendidikan seksual sejak dini, sehingga mereka tidak akan salah paham. Sebab, materi seksual sudah termuat dalam media sosial yang dikonsumsi oleh mereka.

Terkait cara mengajar Pak Ribut, Jejen tidak bisa menilai karena hanya melalui video yang durasinya tidak utuh. Selain itu, Jejen mengatakan, pemanggilan Pak Ribut tidak masalah sepanjang untuk klarifikasi bukan untuk menyalahkan guru yang bersangkutan.

“Tugas dinas memang melakukan binaan atas guru, tentu setelah binaan oleh kepala sekolah dan pengawas,” ujarnya.

Lain hal dengan tanggapan dari Pengamat Pendidikan Komisi Nasional (Komnas) dan Universitas Paramadina, Andreas Tambah. Andreas menyebut, hal yang membuat video viral terkait dengan bahasannya tentang perilaku seks.

“Ini yang dirasa tidak etis karena menyangkut seks yang dibicarakan kepada murid yang masih SD, katakanlah belum cukup umur,” kata Andreas. 

Menurut dia, pembahasan seputar pendidikan seks atau psikologi memiliki ranah sendiri dan ada guru tersendiri yang bisa menyampaikan. Dalam hal ini, Pak Ribut dinilai sudah mengambil porsi guru bimbingan penyuluhan (BP) dan guru bimbingan konseling (BK).

“Menurut saya, ini kurang etis karena lawan bicaranya usia anak-anak yang belum dewasa dan itu bukan porsinya beliau untuk membicarakannya,” ujarnya.

Namun, Andreas mengapresiasi terhadap cara mengedukasi oleh Pak Ribut di tengah era digital. "Memang pola-pola yang dilakukan yang bersangkutan dalam hal mengedukasi peserta didiknya merupakan suatu langkah bagus tetapi harus ada kode etik yang dipegang. Dalam hal ini, misalkan, Pak Ribut tidak perlu membahas tentang hal tersebut,” tambahnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement