Jumat 25 Mar 2022 09:35 WIB

Harga Jatuh 2 Persen Saat Uni Eropa Gagal Boikot Minyak Mentah Rusia

Sebagian negara Uni Eropa masih bergantun pada minyak dan gas Rusia.

Siluet kilang minyak di Oakley, Kansas, Amerika Serikat.
Foto: AP Photo/Charlie Riedel
Siluet kilang minyak di Oakley, Kansas, Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah jatuh dua persen pada akhir perdagangan Kamis (24/3/2022), setelah Uni Eropa (UE) tidak dapat menyetujui rencana untuk memboikot minyak Rusia. Mereka menerima laporan bahwa ekspor dari terminal Caspian Pipeline Consortium (CPC) Kazakhstan sebagian dapat dilanjutkan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei merosot 2,57 dolar AS atau 2,1 persen, menjadi menetap di 119,03 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April tergerus 2,59 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi ditutup di 112,34 dolar AS per barel. Pada Rabu (23/3/2022), kedua kontrak acuan minyak ditutup pada level tertinggi sejak 8 Maret.

Baca Juga

Para pemimpin Uni Eropa akan sepakat pada pertemuan puncak dua hari yang dimulai Kamis (24/3/2022) untuk bersama-sama membeli gas alam ketika mereka berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar Rusia. Beberapa mengatakan mereka tidak akan memenuhi permintaan Moskow untuk membeli minyak dan gas menggunakan rubel.

Tetapi, negara-negara Uni Eropa tetap terbelah atas apakah akan memberikan sanksi langsung terhadap minyak dan gas Rusia. Ini sebuah langkah yang sudah diambil oleh Amerika Serikat.

Invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari telah mendorong Uni Eropa berjanji untuk memangkas ketergantungan pada bahan bakar fosil Rusia dengan menaikkan impor dari negara lain dan dengan cepat memperluas energi terbarukan. 

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menawarkan bantuan militer baru kepada Kyiv dan menugaskan lebih banyak pasukan ke sayap timurnya saat London dan Washington memberlakukan sanksi baru terhadap Moskow. Tetapi tanpa embargo Uni Eropa atas minyak Rusia, analis Commerzbank, Carsten Fritsch mengatakan sanksi tidak mungkin berdampak besar pada pasar minyak.

Karena Uni Eropa tetap terpecah dalam memberlakukan larangan langsung pada minyak Rusia, analis di Rystad Energy mengatakan India dan China dapat mengimpor lebih banyak barel Rusia untuk meningkatkan produksi produk olahan mereka.

Amerika Serikat dan sekutunya, sementara itu, sedang mendiskusikan kemungkinan pelepasan minyak terkoordinasi lebih lanjut dari penyimpanan untuk membantu menenangkan pasar minyak.

Juga membebani harga minyak mentah, dolar menguat untuk keempat kalinya dalam lima sesi. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement