Selasa 22 Mar 2022 22:21 WIB

Bea Cukai Sita 1 Juta Rokok Impor China, Diduga Buat Pekerja Asing di Tambang Morowali

Para pekerja asing asal Tiongkok diyakini belum terbiasa dengan rokok lokal.

Petugas Beacukai memperlihatkan rokok ilegal hasil sitaan di Kantor Beacukai Sulsel di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (10/4).
Foto: Antara/Yusran Uccang
Petugas Beacukai memperlihatkan rokok ilegal hasil sitaan di Kantor Beacukai Sulsel di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (10/4).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sulawesi Bagian Selatan Nugroho Wahyu Widodo mengungkapkan sebanyak 1.099.800 batang rokok ilegal yang diamankan sengaja diimpor dari China untuk para pekerja tambang asing di Morowali, Sulawesi Tenggara. Semua rokok diketahui berbahasa China.

"Rokok ini diindikasikan diimpor dari luar negeri. Semua pakai huruf China dan ditujukan untuk para pekerja tambang warga negara asing (WNI) yang bekerja di tambang dengan jumlah cukup banyak," ungkap Nugroho saat rilis kasus di kantornya, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.

Baca Juga

Menurut dia, para pekerja asing yang bekerja di tambang belum terbiasa mengisap rokok produksi Indonesia sehingga masih ingin menikmati rokok asal negaranya. Mereka lantas mengimpor secara ilegal."Sebenarnya boleh impor, asalkan bayar cukai dan pajak. Ini tangkapan tahun 2022 dan kasus baru ada rokok impor masuk. Tapi kita terus melakukan penindakan," ungkapnya.

Nugroho menjelaskan dari sejuta batang rokok impor ilegal yang diamankan, maka potensi kerugian negara mencapai Rp915,1 juta dengan nilai barang ditaksir mencapai Rp1,2 miliar.Ia mengatakan rokok impor ilegal yang masuk Indonesia tidak membayar pajak, cukai hingga pajak pertambahan nilai (PPn).

Ia menjelaskan per batang rokok impor biaya pita cukai Rp635 rupiah dikalikan 20 batang seharusnya membayar Rp13.300 per bungkus, belum termasuk PPn 9,1 persen, dan 10 persen bea cukai."Itulah mengapa kami serius memberantas peredaran rokok ilegal karena penerimaan negara hilang sangat banyak," bebernya.

Selain itu, kata Nugroho, ongkos produksi rokok cukup murah, tapi keuntungannya besar. Apalagi diedarkan secara ilegal maka dipastikan keuntungan berlipat, makanya negara hadir untuk mendapatkan penerimaan pajak.

Ia menjelaskan wilayah kerjanya yang meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara adalah surga para pengedar rokok ilegal. Ini karena wilayahnya sangat luas dan pengawasan terbatas sehingga memudahkan pelaku mengimpor rokok ilegal, apalagi daya beli masyarakat terhadap rokok murah sangat tinggi.

"Data akhir tahun 2021, kami telah memusnahkan rokok ilegal lebih dari enam juta batang dengan kerugian negara Rp4,8 miliar. Tahun lalu kebanyakan rokok dalam negeri karena produksi rokok terbesar itu dari Jawa, yakni Jawa Tengah dan Timur, rata-rata tanpa pita cukai," sebut dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement