Ahad 20 Mar 2022 16:53 WIB

BPTJ: Bangun Kereta Gantung di Puncak Butuh Biaya Rp 7,31 Triliun

Biaya Rp 7,31 triliun untuk bangun kombinasi kereta AGT dan gantung

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah pengendara melintas di jalur wisata Puncak yang terpantau padat di Cipayung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membuat kajian awal terkait kemungkinan pembangunan Kereta Gantung untuk mengatasi kemacetan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Untuk membangun moda transportasi massal berbasis rel di kawasan Puncak membutuhkan biaya tak kurang dari Rp 7,31 triliun.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya.
Sejumlah pengendara melintas di jalur wisata Puncak yang terpantau padat di Cipayung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membuat kajian awal terkait kemungkinan pembangunan Kereta Gantung untuk mengatasi kemacetan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Untuk membangun moda transportasi massal berbasis rel di kawasan Puncak membutuhkan biaya tak kurang dari Rp 7,31 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membuat kajian awal terkait kemungkinan pembangunan Kereta Gantung untuk mengatasi kemacetan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Untuk membangun moda transportasi massal berbasis rel di kawasan Puncak membutuhkan biaya tak kurang dari Rp 7,31 triliun.

Direktur Prasarana BPTJ, Jumardi, mengatakan biaya yang besar merupakan salah satu konsekuensi yang timbul jika harus membangun kereta gantung di Puncak. Sebab, dalam kajian yang dilakukan BPTJ sejak 2021, pembangunan moda berbasis rel menuju Kawasan Puncak dengan kombinasi Kereta Automated Guideway Transit (AGT) dan Kereta Gantung.

Dia memerinci, jumlah tersebut terbagi atas pembiayaan pembangunan Kereta AGT sebesar Rp 6,32 triliun dan Kereta Gantung hampir Rp 1 triliun. Jumlah sebesar itu belum termasuk pembebasan lahan yang diperkirakan membutuhkan sebesar Rp 693 miliar.

“Karena bentuk kajian awal ini adalah Outline Business Case (OBC) maka sudah muncul perhitungan awal kemungkinan proyek dapat melibatkan investasi swasta dengan  skema KPBU,” kata Jumardi, Ahad (20/3).

Lebih lanjut, Jumardi menjelaskan, dalam kajian tersebut BPTJ telah menghitung menghitung biaya operasional baik sarana maupun prasarana. Hingga potensi pendapatan utama (fare revenue) dan pendapatan tambahan (non fare revenue) serta kelayakan ekonomi, keuangan maupun nilai value for money. 

Hasilnya, kata dia, terdapat opsi melibatkan investasi swasta untuk pembangunan Kereta AGT dan Kereta Gantung di Puncak melalui Kerjasama Pemerintah - Badan Usaha (KPBU) paling memungkinkan apabila disertai dukungan Pemerintah yang diperkuat. Bentuk dukungan Pemerintah yang diperkuat seperti menyangkut pembebasan tanah, penyediaan tambahan prasarana pendukung, subsidi tarif, hingga jaminan terhadap risiko terminasi perjanjian.

Hasil kajian awal ini sudah kami sosialisasikan pekan kemarin kepada segenap stakeholder baik kelembagaan pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan penanganan permasalahan Kawasan Puncak,” tuturnya.

Menurut Jumardi, bagaimana kelanjutan opsi pembangunan transportasi massal berbasis rel di Kawasan Puncak masih perlu proses pendalaman baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Aspek yang perlu perhatian mendalam selain besarnya kebutuhan pembiayaan juga penanganan permasalahan dampak sosial dan koordinasi antar kelembagaan.

“Saya kira pembangunan transportasi massal berbasis rel hanya salah satu jenis pendekatan yang mungkin dilakukan. Untuk mengatasi masalah kemacetan Kawasan Puncak tetap perlu dikembangkan berbagai pendekatan lain,” kata Jumardi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement