Jumat 18 Mar 2022 18:39 WIB

Ukraina Hadapi Lonjakan Kasus HIV, TB, dan Covid-19

Kurangnya air dan sanitasi meningkatkan risiko diare.

Rep: Mabruroh/ Red: Friska Yolandha
 Seorang pengungsi Ukraina mengambil sup di stasiun kereta api di Przemysl, Polandia tenggara, Kamis, 17 Maret 2022. Penyakit menular seperti HIV, tuberkulosis (TB) dan Covid-19 kemungkinan akan menyebar di Ukraina di tengah invasi Rusia.
Foto: AP/Petros Giannakouris
Seorang pengungsi Ukraina mengambil sup di stasiun kereta api di Przemysl, Polandia tenggara, Kamis, 17 Maret 2022. Penyakit menular seperti HIV, tuberkulosis (TB) dan Covid-19 kemungkinan akan menyebar di Ukraina di tengah invasi Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Penyakit menular seperti HIV, tuberkulosis (TB) dan Covid-19 kemungkinan akan menyebar di Ukraina saat invasi Rusia menggusur orang dan mengganggu layanan kesehatan. Pasukan Rusia mulai menginvasi Ukraina pada 24 Februari.

Banyak penduduk dan warga telah meninggalkan negara itu. Mereka yang tersisa meringkuk di ruang bawah tanah, stasiun kereta bawah tanah dan tempat penampungan sementara untuk melindungi diri dari pemboman. Ini meningkatkan risiko penyebaran Covid-19.

Baca Juga

Selain itu, dengan kurangnya air dan sanitasi, kasus penyakit diare juga meningkat. Risiko wabah polio dan campak juga tinggi. Akses ke layanan diagnostik dan pengobatan untuk TB dan HIV/Aids juga terganggu, karena fasilitas kesehatan dan jalan yang telah berubah menjadi puing.

"Saya sangat, sangat khawatir untuk Ukraina. Pertama dan terutama, ini dapat menyebabkan konflik jangka panjang yang akan menghancurkan sistem kesehatan sepenuhnya," seorang dokter Rumania dan Direktur Eksekutif Stop TB Partnership di Jenewa, Lucica Ditiu dilansir dari Gulf Today, Jumat (18/3/2022).

Perang terjadi pada saat negara itu sudah menghadapi akses yang buruk ke imunisasi dan layanan kesehatan penting karena Covid-19. Sedangkan tingkat vaksinasi sangat rendah di Ukraina atau sekitar 65 persen di Kyiv dan 20 persen di wilayah lainnya Pengujian Covid-19 semakin terpukul setelah invasi.

"Ini berarti penularan yang tidak terdeteksi mungkin signifikan," kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus pada konferensi pers awal bulan ini.

Ukraina juga bergulat dengan wabah polio yang muncul di negara itu tahun lalu. Kemudian pemerintah meluncurkan kampanye vaksin polio pada 1 Februari yang terus mendapatkan penolakan masyarakat.

“Itu juga telah menyerang pengawasan polio, sehingga virus mungkin menyebar tanpa terdeteksi,” ujarnya seraya memperingatkan Inisiatif Pemberantasan Polio Global, yang berbasis di Jenewa.

Kemudian, Ukraina juga mengalami wabah campak besar yang dimulai pada 2017 dan berlanjut hingga 2020, dengan lebih dari 115.000 kasus. 

Negara ini juga memiliki salah satu beban TB yang resistan terhadap berbagai obat (MDR) tertinggi di dunia. Diagnosis dan pengobatan kasus TB telah turun sekitar 30 persen selama pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021, yang menyebabkan peningkatan penularan.

"Ukraina ditantang sebelum perang dalam menyediakan terapi antiretroviral, dan perang telah memperbesar tantangan itu," kata Direktur negara untuk Program Gabungan PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS), Raman Hailevich.

“Negara ini telah membuat kemajuan, tetapi perang ini dapat membuat kita mundur sepuluh tahun ke belakang," tambah Valeriia Rachynska.

Di tengah penembakan yang membabi buta, orang mungkin tidak dapat mengambil obat-obatan mereka. Orang-orang yang melarikan diri ke tempat yang aman mungkin hanya memiliki persediaan obat untuk satu bulan, dua minggu atau bahkan kurang. 

“Mereka yang tidak dapat pindah ke tempat yang aman, dan mereka yang berada di wilayah yang diduduki Rusia, adalah yang paling rentan,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement